Menuaikan
Kewajiban seperti Mengisi TekaTeki Silang
Kehidupan memang penuh misteri, tidak akan pernah ada yang tahu
apa yang "akan terjadi". Namun manusia begitu sibuk meraba dan
meramalkan bahkan ada yang nekat pergi ke orang pintar hanya untuk mengetahui
“masa depan” atau sesuatu yang akan terjadi tersebut. Bahkan ada yang percaya
dengan ramalan perbintangan—hal yang termutakhir masa kini, jika sebuah
majalah, koran atau media lain mempublikasikannya, manusia akan sibuk
menbacanya lalu mengeratkaitkan dengan kehidupan yang akan datang tersebut. Hal
ini sudah menjadi sebuah kelaziman, meskipun dalam Islam diharamkan. Dan entah mengapa begitu mudahnya
kita—manusia—terpedaya.
Ramalan dalam menjadi trend masa kini, mungkin hal ini disebabkan
bahwa manusia begitu tergesa-gesa ingin mengetahui apa yang seharusnya belum
waktunya, untuk jaga-jaga, mungkin begitu. Namun yang namanya rahasia Allah
SWT, tetaplah menjadi rahasia dan jika Allah telah menetapkannya maka tidak
akan ada yang mampu mencegahnya. Begitu pula sebaliknya.
Manusia juga tidak pernah puas akan apa yang telah diraihnya
selama ini, selalu ingin lebih dan lebih. Sebab nafsu selalu saja menjadi lawan
yang paling berbahaya. Melihat kemungkinan-kemungkinan yang terjadi sekarang
ini tentang kehidupan yang bermisteri (takdir) puisi pun akan menjadi tempat
untuk mengabadikannya. Salah satunya adalah puisi berikut. Puisi yang
memetaforakan kehidupan sebagai teka-teki silang, yang berisi kotak-kotak
kosong, tegak lurus dan harus diisi.
Silang Kata Kehidupan
han...!
kehidupan yang kulalui umpama
mengisi teka-teki silang kata
mencari huruf-huruf diri
untuk kupenuhi petak-petak
melintang dan menegak
han...!
pada petak-petak pertemuan
melintang dan menegak itu
aku harus mencari sepuntung abjad keramat
untuk kuhidupkan jalan mengisi petak-petak yang menanti
meneruskan kembaraku yang kosong
mengisi dengan
huruf-huruf yang kadang-kadang
aku sendiri tidak pernah mengerti
han...!
jalan semakin panjang
digit-digit hidup kian meningkat
sementara petak-petak kosong masih menanti
aku di laluan dalam pencarian diri
destinasi yang kian hampir!
hanya doa kudus
padaMu tuhan...
han...!
sesungguhnya benar...
kehidupan adalah umpama
sebuah perjalanan yang sementara
dalam masa yang sama
kita harus mengisi petak-petak kosong
dalam teka-teki silang kata
yang belum tentu dapat kau siapkan
han...!
begitulah adanya...
mahu kuulangi peringatan ini padamu
sekali lagi...?
15.6.10
Teka-teki silang yang kita kenal adalah ajang asah otak, dimana
kita dituntut untuk mampu mengisi kekosongank kotak-kotaknya. Jawaban sudah
tersedia namun semua itu tergantung kepada kita, seberapa kaya kosakata yang
kita miliki. Begitu pula kehidupan, sebenarnya kita mampu mengisi setiap
kekosongan yang ada dalam hidup kita, namun hal itu tentu saja sesuai dengan
pengalaman dan kemampuan kita masing-masing. Mungkin yang telah kenyang makan
garam, kotakkotak kosong yang tegak lurus itu akan terisi hampir penuh, begitu
sebaliknya. Juga akan ada tingkatan keaulitan yang dihadapi, anakanak akan beda
dengan orang dewasa.
Lantas dengan apakah kita harus mengisi kekosongan yang ada dalam
kehidupan kita? Tentu saja jawabnya adalah kewajiban kita sebagai manusia. Kewajiban
manusia itu sendirilah yang dijelaskan dalam puisi ini. Kotak-kotak melintang
dan menegak di sini melambangkan hubungan manusia, yaitu manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia serta manusia dengan alam sekitar.
Puisi ini secara harfiah terdiri atas lima bait yang masing-masing
diawali dengan kata berelipsis "han...!". Berupa monolog yang
ditujukan kepada lirik "han". Siapakah "han" yang dimaksud
penulis dalam puisi ini. Beberapa kemungkinan berkecamuk di benak saya, tetapi
hal yang paling mungkin adalah panggilan untuk orang yang tersayang yaitu
manusia. Sebab jika menilik judulnya yang memiliki persilangan kehidupan dan
yang paling runyam adalah manusia.
Pada bait pertama, seperti yang telah saya jelaskan sebelumnya,
puisi ini memang mengacu kepada
kehidupan yang seperti teka-teki dan manusia diwajibkan untuk mengisi
kekosongan tersebut, baik melintang maupun menegak. Dalam bait ini menunjukan
adanya usaha, yang merupakan kewajiban pertama manusia.
Bait kedua menjelaskan bahwa diantara pertanyaan atau peristiwa
yang kita lalui, akan ada kaitannya bahkan berkaitan satu sama lain, sehingga
kita harus pandai-pandai memilih dan memilah, mana yang baik dan mana yang
buruk. Begitu pula perjalanan hidup kita, kadang kita berada dalam sebuah persimpangan
yang dimana jalan lain pernah kita lewati, dan kita menghadapi masalah atau
peristiwa serupa maka kita akan mengambil cara yang dulu kita gunakan untuk
menyelesaikan masalah kita saat ini. Dan sememangnya kehidupan selalu berkaitan
peristiwanya dan selalu berulangulang jika saja kita mampu mengkilasbalikkan,
namun kadang kita sebagai manusia punya penyakit "lupa".
Pada bait ketiga, disini menjelaskan bahwa selain kita mampu
berusaha untuk mengisi, kita juga harus berdoa, yang merupakan kewajiban manusia
disamping berusaha. Sebab jalan kehidupan selalu panjang dan setiap saat bisa
berhenti sesuai kehendak Tuhan.
Bait selanjutnya menyatakan bahwa kehidupan di dunia adalah
sementara, dan memang demikian adanya, bahkan diibaratkan hidup di dunia itu
hanya singgah untuk minum (mampir ngombe;
Bahasa Jawa). Sehingga apapun yang terjadi kita harus selalu berusaha untuk
mengisi kekosongan hidup ini dengan sebaik-baiknya. Seperti kata bijak, berusahalah seperti engkau akan hidup
selamanya dan berdoalah seperti engkau akan mati esok hari.
Bait terakhir berupa penyerahan diri. Yaitu setelah kita berusaha,
berdoa dan kewajiban manusia yang terakhir adalah tawakal atau berserah diri.
Di sinilah akhir dari segalanya, takdir Tuhan berlaku. Jika manusia telah berusaha
sekuat tenaga, berdoa sekhusyuk mungkin namun Kuasa dan Kehendak Tuhanlah yang
menentukan segalanya.
Inilah silang kata kehidupan atau perkara yang dialami manusia
untuk menentukan kehidupan. Berusaha, berdoa dan tawakal itu wajib meskipun
hasilnya belum kita ketahui secara mutlak.
Akan tetapi apakah isi dari elipsis di bait terakhir baris kedua
dan terkhir? Di sini saya sempat menyerngitkan dahi, sebab mungkin artinya
tidak akan sama dengan elipsiselipsis yang di awal setiap bait. Jika elipsis tersebut
mengacu kepada sesuatu yang tidak bisa dilisankan, apakah hal itu? mungkin
elipsis ini menurut kaca mata saya bisa dihilangkan, sebab tidak ada gunanya
melainkan hanya untul mempermanis saja.
Secara keseluruhan puisi ini mengingatkan kita tentang kewajiban
kita sebagai manusia, baik itu individu dan sosial. Baik itu kewajiban kepada
sesama, alam maupun Tuhan.
NB: ini esai lama, lupa tidak menuliskan siapa yang punya puisinya. Apresiasi di salah satu grup puisi online yang sekarang menjadi GAKSA.