PEREMPUAN MEMBACA SASTRA PEREMPUAN : MEMBACA JEJAK
MATA PENA
By : Sus Setyowati Hardjono
Percakapan-percakapan jadi api. Tubuhku
menjelma kayu .Kutanam dalam bara.Aku mulai rajin menjilati tubuh, menyimpan
hati yang mulai hitam . Mana kuburku?.( KUPU-KUPU,Kartini 2012: 170)
Aku pun mulai pandai menanak hati, juga
jantung dengan sop darah yang kuisap dari permainan ini. Seorang lelaki dan
seorang perempuan menanamku mulai menanam manusia baru.Tak ada lagiu wajahku.
Mereka menari-nari sendiri, dengan barisan anak-anak yang pandai melepaskan
busur ke jantungku. Lelaki itu hanya bisa diam.Bahkan ikut menyantap tubuhku.Orang-orang
dating dan memakinku.
”Sebuah pementasan kau mainkan lagi “
Mereka menyulam darahku di atas batu .
(KEPOMPONG ,Kartini 2012: 169).
Pernahkah kau jatuh cinta? Cinta yang
sesungguhnya? Cinta yang membuatmu patah dan tidak memiliki otak (Tempurung,
Oka Rusmini)
****
Indonesia krisis perempuan penyair! Indonesia
paceklik perempuan penyair ! Itulah keluhan yang kita dengar sejak puluhan
tahun silam. Dunia kepenyairan Indonesia didominasi kaum laki-laki .Kanon
sastra Indonesia - tentu saja hanya dengan beberapa pengecualian- merupakan
tulisan kaum laki-laki . Sejumlah besar bentuk sastra , kiritk sastra ,
terutama puisi , sejak Amir hamzah sampai hari ini ,sangat sedikit yang
menyinggung penyair perempuan penyair (tim editor buku Kartini, 2012)
****
Dan tentu kabar menggembirakan terbitnya buku
kumpulan delapan penyair perempuan dari Hongkong ini akan mewarnai jejak puisi
di Indonesia, sangat menarik untuk kita apresiasikan dan untuk menambah
literasi khazanah sastra kita.
Pada kepenyairan Indonesia saat inimakin
meriah ,heboh ,dan bergairah .Niscaya dalam kememarakan itu, hadir 8 Srikandi
sastra Indonesia, kesungguhan untuk coba menyuarakan kegelisahan, mencoba
menegaskan jati dirinya ,disitulah perempuan bukan makhluk yang “ bodoh” dengan
segala kebodohannya ,namun juga kecerdasannya menjadi semacam kekuatan khas
untuk merenung dan mengelitik pikiran.
****
Ada empat judul puisi Oka Rusmini dalam buku
Kartini 2012, yakni Kepompong, Kupu-kupu, 1967, dan Lumut. Puisi Oka Rusmini
(pemilik buku “Pandora”) yang sangat momumental dan mempunyai kekuatan
tersendiri dalam peta perpuisian kita . Penyair perempuan no satu di Indonesia menjadi
semangat laksana api bagi penyair lain dalam sastra Indoinesia yaitu penyair
perempuan di Indonesia .Tentu menjadi sangat terhormat dan menjadi kekuatan
para penyair lain di tengah-tengah bukunya muncul penyair perempuan terkuat di
Indonesia , di antara nama – nama “kuat “ lainnnya misalnya Dorothea Rosa
Herliany , Abidah El Khalieqy ,Ulfatin Ch, Diah Hadaning , Rita Oetoro, SusyAyu
, Nia Samihono, Cok Sawitri, De Kemalawati, Dhenok Kristanti, Dianing Widya
Yudistira, helvy Tiana Rosa,Hanna Yohanna, Ivone De Fretes , Sandra Palupi ,
Syrikit Syah , Nenden Lilis, Nona G.Mochtar ,Fanny J.Poyk dan nama penyair
perempuan lain yang tak bisa disebut satu persatu.
****
Mengapa di awal saya tuliskan puisi Oka
Rusmini, dan sederet nama penulis hebat perempuan (baca perempuan lho bukan
perempukan, perempuan dari kata empu: pemilik rahim) yang nota bene banyak
menginspirasi bahwa penyair perempuan takkan pernah mati. Artinya semangatnya,
apinya tak padam terus menyuarakan “jerit hewan yang terluka “ dan meskipun “
tak ada dewa di rawa-rawa “ mengisyaratkan perpuisian perempuan di Indonesia
terus berkembang pesat seperti tak ada “dewa yang mati”.
****
Dan membaca karya perempuan di mata perempuan
menemukan keasyikan tersendiri, kenapa saya pilih Oka Rusmini dan kawan –kawan
perempuan di atas dapat menjadi referensi kita untuk mengenal diri dan
lingkungan agar kita tak lekas cepat puas dengan hasil karya kita dan tak lekas
marah atau menyerah bisa tertebas pedang kata “ jelek “ hehehe , semua masih
belajar menuju dan menjadi.
Jadi kita bisa belajar berderet nama besar di
atas untuk referensi. Selain puisinya mereka bagus , berkarakter kuat dapat
menyihir banyak perempuan penyair dan laki-laki , membuka kesadaran siapa, apa
, mengapa, bagaimana dan apa yang dimaui perempuan banyak terwakilkan dalam
puisi perempuan .
Saya hanya mencoba sebagai pembaca perempuan
sedang membaca karya penyair perempuan. Tentunya hasilnya akan lain jika
perempuan dibaca laki-laki (baik penyair bukan penyihir …lho laki-laki maupun
pembaca laki-laki). Sebelum lanjut akan saya kutibkan beberapa hal mengenai
sastra dan mengapa saya ingin membaca Jejak Mata Pena dengan kaca mata sebagai
pembaca perempuan.Yang ingin saya baca melalui kaca mata pembesar saya sebagai
pembaca perempuan menbaca karya sastra perempuan . (tolong para pakar kalau
keliru ya mohon dibenarkan dan dimahfumi dengan halus yo sebab luka tebasan
parang sangat lama sembuhnya jadi perlu hati-hati bermain kata dan komen
hehehe), sebab saya bukan pakar hanyalah akar saja itupun akar serabut yang
kecil untuk mengambil unsure zat hara dalam puisi para Srikandi dari Hongkong
yang saya acungi jempol sebagai “pahlawan ekonomi: “ keluarga .
****
Yang mana mereka mampu membuat antologi yang
cukup solid keren dan sangat mewailkan suara perempuan. Mereka tergabung dalam
antologi “Kamboja mencari Warna : Jejak Mata Pena” yang digawangi oleh delapan
bidadari yaitu: Adhe Bintang Generasi Biru, Astry Anjani, Lentera al Jaziran,
Lintang Panjer Sore, Luluk Andrayani, Mei Triwahyuni, Nurul Rahmayanti dan
Yulia Kadam.
****
Nama – nama yang tak asing lagi di Bengkel
tentunya , dan apapun sekecil apa pun atau sebesar apapun mereka telah
menjejakkan mata pena (sastra ) di peta perpuisian Indonesia yang harus kita
sambut dengan apresiasi dan penghargaan sebagai pembaca puisi Indonesia. Apapun
dan siapapun mereka, sebab terkadang kita hanya melihat “ siapa” yang berbicara
, namun kurang menghargai “ apa yang dibicarakan (isi) nya.Maka sebagai warga
pembelajar hendak nya kita bisa memilah dan memilih untuk belajar demokratis
menghargai siapapun yang berbicara dan isi pembicaraan . Ok khan biar
mantap.Mbak bro dan Mas bro, jangan marah dulu.
****
Buku manis dengan ketebalan halaman 172
halaman dengan cover warma coklat ini tentu dapat dibawa dan dibaca kemana –
mana sambil perjalanan sebagai teman sepi dan rindu,sangat asyik untuk dibedah
isinya. Hampir ssaya tersihir oleh semua puisi dalam buku ini.Dengan dikata
pengantari para wiku sastra yang telah terkenal abis di negeri ini tak lain
adalah Dimas Arika Mihardja (yang mumpuni soal teori sastranya ,jangan dikritik
pedas ya prof tulisan sekadarnya dari penghuni lembah tak sekolah ini ) , Puja
Sutrisna , dan Lik Bonari Nabonenar (yang pakar sastra Jawa dari tlatah Jawa
Timur ini) juga tentunya kata penerbit dari Abatasa Pekalongan . Kedelapan
penulis ini akan mewarnai kegelisahan saya sebagai penulis dan pembaca yang
tentunya akan juga saya sampaikan kepada sidang pembaca budiman.
****
Definisi sastra tergantung dari
kulturgebundenheid atau ikatan budaya masing-masing masyarakat dan juga cara
memandang terhadap dunia dan realitas suatu masyarakat atau individu itu (Dwi
Susanto, 2012: 1).
Sastra sebagai institusi atau lembaga
masyarakat memiliki peran mengontrol misalnya sastra dengan tema-tema pendidikan
dan agama(moral).Karya sastra lahir didasarkan atas kesadaran pengarang dalam
melihat realitas masyarakatnya .(Dwi Susanto,2012:45). Plato menganggap bahwa
seniman adalah tukang fotocopy dari kenyataan alam , namun mimesis menurut
Aristoteles memiliki unsur kreasi .
Sastra yang mampu menggungkapkan kesadaran
dengan bahasa yang estetik dan indah memiliki peran yang strategis dalam
menentramkan hati masyarakat sekaligus melembutkannya. Dalam konteks ini sastra
dengan demikian memiliki fungsi atau nilai estetik.Sastra sendiri merupakan
pemuas kebutuhan emosi manusia .
****
Mengutip pernyataan Dedet Setiadi bahwa
menurutnya karya sastra selalu bertolak dari realitas kebudayaan , namun
bukanlah sebuah reportase wujudnya sudah bercampur baur dengan diksi , imaji
dan rasa. Puisi merupakan metamorphose pengolahan imajinasi . Misalnya
realitasnya adalah seekor ulat kemudian diolah “ mengepompong “ menjadilah kupu
- kupu nan cantik, demikian juga dalam mengolah puisi.
Mimesisme (tiruan kenyataan) dalam karya sastra
tidak harus kenyataan itu sendiri (Ismet NM Haris ,Merapi Minggu , 27 Mei
2012).
****
Dari definisi dan tautan teori sekadarnya tadi
saya ingin menarik benang merah bahwa karya sastra diciptakan tak lepas dari
kenyataan social budayanya.Akar budaya yang melingkupi para kreator nya dalam
mensikapi hidup dan kehidupan.
Sejak zaman dahulu kala , persoalan perempuan
menjadi menarik untuk diperhatikan. Feminisme sebagai salah satu ideology dan
gerakan pembebasan perempuan untuk menjadi setara dengan laki-laki atau melawan
paham androsentris / patriakhis membawa dampak yang luar biasa bagi berbagai
bidang kehidupan , baik budaya ekonomi,politik , pendidikan dan lain-lain. (Dwi
Susanto,2012 : 25)
****
Pemikiran feminisme juga masuk dalam teori
sastra dengan aneka bentuk dan kritik sastra nya dengan menamakan dirinya
sebagai kritik sastra feminis. Kritik sastra feminis mempersoalkan bagaimanakah
perempuan dipresentasekan dalam teks – teks sastra , baik yang ditulis oleh
laki-laki maupun yang ditulis oleh perempuan sendiri. Pada perkembangan
berikutnya munculah istilah gynocritic dalam kritik sastra fenimis , yakni
mempelajari para penulis perempuan yang menuliskan dirinya. Dalam pandangan
kelompok ini persoalan bagaimanakah pengalaman sebagai perempuan dituliskannya
kembali oleh perempuan menjadi titik perhatian utama. Menurutnya ,penulis
laki-laki dan penulis perempuan memiliki perbedaan sebagai “ menjadi perempuan
“ tidak sama dengan “menjadi laki-laki “. Tidak hanya berhenti di titik itu
saja kritik sastra feminis juga mempersoalkan hubungan karya sastra yang
ditulis perempuan dengan sistem sirkuit budaya , misalnya proses produksi,
distribusi , dan konsumen atau pembaca. Pada intinya kritik sastra feminisme
ini mempersoalkan relasi antara laki-laki dengan peremuan dalam dunia sastra
dan kebudyaan.(Dwi Susanto, 2012:27)
****
Jejak Mata Pena dibagi dalam enam bab masing –
masing adalah : 1.Persembahan untuk Sepasang Bidadari 2.Asmara 3.Suara hati
Rakyat 4. Alam Bersenandung 5 .Bisikan Hati Pada Rabbi 6. Gejolak Jiwa dalam
Lara
Tiap bab dimaksudkan untuk mengelompokkan tema- tema
yang berbeda – beda. Dalam bab 1 memuat 16 puisi yang bertema kerinduan kepada
Ayah, Ibu ,sosok- sosok yang paling dekat di hati para perempuan penyair ini.
Dan isinya curahan kasih sayang , kerinduan dan pengharapan kepada
mereka.Terwakili sajak “Perempuan Melati” yang ditulis oleh Astri Anjani .
Bahasa perempuan lihatlah semacam puisi Oka
Rusmini dan seterusnya mengalami persegeran makna dan interprestasi.Perempuan
memiliki ruang kebebasan untuk menyuarakan hati nurani melalui pengucapan
bahasa yang merdeka dan tidak lagi didikotomikan sebagai bahasa milik
laki-laki,sebab bahasa adalah ruang pengucapan universal,bukan hanya milik
laki-laki atau perempuan. Dan pemberontakan bahasa . Dan lebih diterima laki
bahasa –bahasa perempuan itu oleh dunia yang serba patriakhi.
*****
Perjuangan delapan bidadari dari Hongkong yang
menurut Puja Sutrisna adalah “ orang - orang pinggiran “ ,setelah saya baca
memang ada ruang “ pemberontakan “ terhadap kekuasaaan sesuatu yang menelikung
untuk disuarakan misalnya keadaan social ekonomi politik yang terangkum dalam
bab 3 Suara Hati Rakyat. Di samping keseluruhan puisi dalam buku ini yang
paling kuat pergeseran bahasa dan kekuatan interprestasi ada dua penulis punya
karakter kuat yaitu Astry Anjani dan Luluk Andrayani.
Persoalan bahasa yang dipakai para penyair
perempuan kita sudah mengalami pergeseran dari budaya yang melingkupinya.Ini
adalah wujud pemberontakan juga dalam pengucapan , dalam tradisi Patriakhi
seorang perempuan (baca perempukan karena wanita harus empuk memang empuk,
lemah lembut bahasanya ,halus budi bawa laksana seperti perempuan Kraton ,
secara fisik dan kodrat harus manut mituhu konsep budaya Jawa ) ini sudah
menmgalami perubahan , baik diksi kosa kta maupun isi puisi para penyair dalam
deretan di atas hingga kedelapan penyair dalam buku antologi ”Jejak Mata Pena”.
Tentu ini hal yang sangat menarik untuk dikaji dengan pas,saya hanya membaca
sekilas dan tidak sampai menggunakan konsep-konsep dan barometer teori tertentu
yang njlimet tertentu, saya hanya perempuan pembaca yang mencoba menguak tabir
puisi perempuan masa kini ,bagaimana seharusnya membaca karya sastra perempuan
ya saya harus menjadi perempuan dengan kaca mata perempuan.bahwa mereka(
perempuan ) itu subjek bukan objek semata,itu sangat terlihat saya simpulkan
dari beberapa puisi Luluk dan kawan- kawannya. Mereka bukan objek ekonomi dalam
puisi” Pahlawanku Devisamu””Kobar Kebebasan” oleh Luluk Andrayani”,”Mari Berjuang
oleh Nurul Rahmayanti, “”Tumbal Kedudukan oleh Luluk, dsb.
*****
Jadi pergeseran bahasa dan nilai rasa yang
berubah dari zaman dulu ke zaman perempuan sekarang dalam bahasa penulis di
buku ini saya rasakan kental sekali baik isi maupun diksi yang dipakai. Secara
lahir merekapun juga pemberontakan budaya . Dulu dalam tradisi Jawa ada kata
mangan ora mangan yen ngumpul,coba didaur ulang dengan lompatan kreatif ke
Hongkong, mereka “ berani”untuk keluar dari wilayah budaya mereka asalnya. Maka
meskipun kedelapan penyair ini mengalami perpindahan “ akar budaya “masih
terlihat jelas dalam puisi mereka.
*****
Kita masih ingat lagu Sabda Alam ada baris
“wanita dijajah pria sejak dulu “ tetapi sekarang banyak berbanding terbalik
banyak juga wanita bisa menjajah pria,tak berkutik di kaki istri ada ISTI
ikatan suami takut istri…hehehe. Yang jelas peran perempuan sekarang sudah
mulai terasakan gerakan “ jender” bukan “ gender lho,saling sejajar kedudukan
dalam pendidikan ,politik ,ekonomi , hukum, seks, budaya dan sastra sudah tidak
ada istilah penjajahan lagi bersyukurlah perempuan Indonesia.
****
Ada pergeseran pemilihan diksi sebagai corong
bicara,pada kata yang bicara.Mereka sudah keluar dari diksi diksi lama sebagai
perempuan , dan ada kecenderungan untuk mengadakan menggunakan eksprimen diksi
diksi “ yang mempunyai nilai rasa “ perang ,kuat , tegas , tak pantang menyerah
, dsb.Misalnya dalam puisi yang memang bagus saya suka, Anakku Apinya Belum
Padam oleh Luluk Andrayani “diksi yang muncul sumber energi yaitu” api, bandel,
omelan , mencakar. Dalam “Pejuang Cinta Sejati “juga kita temukan diksi diksi
kuat yang kesannya tidak seperti yang budaya tradisikan dan wariskan ke kita
misalnya :jeruji ,perang , arus angkara , pedang , pejuang , darah ,rajam , hantam
,tegar .
*****
Sedang dalam puisi milik Asrtry Anjani juga
banyak menggunakan diksi-diksi yang juga kuat sebagai perempuan yang telah “
sadar “untuk terbebas dari keterbelengguan bahasa dan warisan tradisi terlihat
dari kata :saat darah - darah kami dikebiri , peluh kami yang terkucur najis,
babat habis, dalam Pahlawanku Devisamu.Dan juga diksi lintah,cacing ,dsb milik
Mei Triwahyuni.Mereka tak segan untuk megnggunakan bahasa terkesan “kotor” dan
jauh dari kelemah lembutan perempuan secara budaya yang halus dan lemah lembut.
Perempuan seringkali hanya menjadi objek fantasi dan imajinasi kaum
laki-laki.itu pun juga sah-sah saja karena perempuan adalah puisi kongkrit ,
iya khan Mas-Mas bro semua.
*****
Dalam buku antologi ini selain pergeseran
bahasa dan pergeseran interpretasi perempuan membaca karya sastra perempuan
saya juga menemukan relasi objek yang mengedepankan teori pengalaman wanita
sebagai Ibu yang membawa efek pada anak-anaknya mereka dari dua jenis
kelamin.Pengalaman menjadi Ibu dan mempunyai rahim, menstruasi , melahirkan itu
hanya dipunyai perempuan .Maka banyak sekali puisi perempuan yang mengangkat
tema - tema seperti itu ,dan menjadi kekuatan bahasa pengucapannnya bahwa
menjadfi perempuan itu sakit.Dan persoalan ini bukan tidak ada artinya …seperti
lagu begadang jangan begadang kalau tidak ada artinya, artinya pengalaman ini
bukan persoalan remeh temeh perempuan yang ga bisa diterima budaya feodal atau
Patriakhi yang meremehkan perempuan dari segi rahimnya ,tidak saya kira. Karena
bahasa perempuan memang dibesarkan dengan azali kodrati yang tak bisa
dipungkiri.
Meniscayai ada sisi lebih pada kerja otak
perempuan dibandingkan laki-laki dalam hal mengindera yang tak tertangkap oleh
segala segenap panca indera itu alasan dampak puisi perempuan jauh melebar
justru oleh peran gendernya sebagai kekasih , istri , dan ibu lebih dari
sekadar karena perempuan punya rahim.Bahwa dibalik sukses anak ada ibu , dan
dibalik sukses suami ada istri, maka melalui puisi perempuan , kesusuksesan
kehidupan setiap keluarga , masyarakat, dan bangsa , selaiknya lebih dapat
mengalir melalui puisi ( Dr. Hendrawan Nadesul)
******
Demikian juga banyak puisi yang lahir
difokuskan pada persoalan keluarga , baik dalam persoalan keibuan , atau
menjadi ibu, dan perkawinan yang mana perempuan menjadi kelas kedua dalam
posisi social, objek seks,objek kemarahan , objek kesalahan mendidik anak,
seolah – olah Ibu adalah dewa , harus dewa ,sempurna, bidadari yang harus
sempurna,lalu bagaimana dengan mereka yang harus terpaksa bubar pernikahannnya
karena tidak menemukan kebahagiaaan.Banyak perempuan yang bersikukuh
mempertahankan bahtera rumah tangganya untuk alasan social yang bukan atas
dasar hati dan perasaannnya , takut dicap janda , perempuan yang ganggu suami
orang dsb. Fenomenologis perempuan sebagai pihak yang harus terkalahlah
mengorbankan kebahagiaannnya demi sebuah perkawinan , ia ogah menjadi janda ,
takut menjadi sampah masyarakat, dsb – dsb. Bahkan dalam kasus - kasus KDRT
yang masuk klien kami di APPS (Aliansi Peduli Perempuan Sragen) –
mengindikasikan kasus seperti gunung es , banyak tetapi tak terlaporkan sampai
pada kasus – kasus kekerasan fisik baik laki-laki atau perempuan, kasus
pembuangan bayi, perkosaaan , pembunuhan , tracfiking dsb –dsb.
*****
Saya sampai bingung memilih beberapa puisi
dalam buku antologi delapan penulis Jejak Mata Pena, semua bagus semua
indah.Ibarat bunga bermacam – macam rona yang saya tidak bisa atau bingung
memilih yang paling indah ada kenanga ,melati,mawar , kamboja,semua memiliki
kekuatan masing-masing. Namun karena keterbatasan tenaga dan waktu saya harus
memilih tidak kuasa atau tidak mampu semua puisi akan saya ulas disini.Maka
saya memilih beberapa puisi pilihan yang saya tergores tersambar sambar
disana,dengan tidak mengurangi rasa puisi lainnya yang juga sedap
dinikmati.Saya suka semua puisi karya penyair di buku ini.
******
Sosok Ibu atau Ayah ditulis lebih dari
masing-masing sekitar tujuh puisi jadi ada 16-an puisi yang dua adalah sosok
anak. Semua tentang kerinduan dan semangat serta doa untuk orang –orang dalam
keluarga. Penggambaran Ibu sebagai perempuan yang tabah, kuat, lemah dan tanpa pantang menyerah digambarkan dalam
bab satu.
Di tema Asmara(baca asmara lho bukan asamara :
asam datang ) ada 17 puisi yang elegik, romantis dan melankolis,kita ingin
membacanya lagi dan lagi untuk larut dalam diksi mereka.Salah satunya Cawan
Rindu dan Cemburu karya Lentera al- Jaziran. Cinta yang syahdu , mengharu biru
antara cinta kesejatian dan perpisahan:
tentang kisah kita yang belum usai//”jangan
pergi”//kata yang baru saja kau ucap//….tetapi engkau tetap mematungsendiri//bersama irama detak di
hati//”aku rindu perhatianmu //
Ada juga yang takkalah indah ada kesetiaan ,
ada janji, ada komitmen ,misalnya pada puisi Elegi Cinta “: merilis janji
suci…// meluruhnya ego dalam satu titian//tersemat ikrar setiahingga
ajalmemisahkan //mengalunlah elegi cinta dengan hembusan napas asmara
Hampir semua puisi dalam bandrol Asmara ini
tema-tema cinta sejati ,kesempurnaan cinta , janji setia, kerinduan , terangkat
tema – teman cinta nan indah syahdu mengharu biru , Yang paling saya suka sajak
cinta adalah “Duhai Kekasih by Lintang Panjer Sore “indah dan menawan, serta
kesahajaan yang dalam. Selain puisi yang indah juga yaitu : Antara pulau Borneo
dan Negeri Beton “ karya penulis yang sama.
****
Keseluruhan delapan penyair ini sudah jadi
puisi. Puisi yang matang untuk dikonsumsi. Dan pemberdayaan TKW ditengah
minirnya pandangan terhadap BMI dan saratnya kekerasan di dalam kasus-kasus TKW
buku ini adalah angin segar potret TKW tak selamanya buram . Mereka sangat
cerdas dalam menggoreskan pengalaman hidup , kesaksian hidup di kanvas
kata-kata.
Dalam banyak diksi para TKW ini juga
menyuarakan “ pemberontakan terhadap pemelecehan TKW dan suara minoritas mereka
terdengar dalam baid-baid puisi.Mereka bermaksud mengadakan perlawanan melalui
bahasa melalui kata dan puisi terhadap segala penjajahan dan penindasan atas
kemanusiaan, dan mencapai hakikat eksistensi manusia yang butuh layak dihargai,
juga untuk perempuan penyair semua , bagaimana pun usaha mereka merebut makna
patut kita acungi jempol.Kesadaran akan penindasan patriakhal dan system budaya
Patriakhi juga jelas dalam penulisan isi – isi puisi mereka. Struktur kekuasaan
yang bersifat maskulin pun juga mengalir dalam benak kesadaran memberikan ruang
untuk bagaimana memperoleh akses yang lebih dihargai di tengah maskulinitas
segala bidang baik politik , ekonomi dan sebagainya.
Perempuan (penyair perempuan ) adalah makluk
unik. Unik karena mempunyai beberapa sisi ambivalensi yang bermakna ganda .
Dini menyebutnya sebagai dua dunia,dunia domestic dan non domestik, dunia
dirinya dan di luar dirinya ,dunia kewajiban pengabdian dan tanggung jawab.
Berbagai sisi inilah yang menyebabkan keunikan perempuan.
*****
Maka dapat disimpulkan bahwa ke delapan
penulis dalam Jejak Mata Pena, ini merupakan satu representasi perlawanan
terhadap subjektivitas, harsat dan perbedaan seksual. Buku ini mencerminkan
tema- tema tentang subjektivitas, cinta , alam ,akar bahasa , feminitas ,
relasi dengan Sang Tuhan, usaha pada gerakan atau perubahan social (bagaimana
memandang TKW atau BMI) coba didedah.
Kebudayaaan ,identitas , logika dan
rasionalitas tradisi ini merupakan symbol dari laki-laki , dan perempuan seolah
terbuang jauh di luar . Namun membaca puisi – puisi perempuan rasanya
terpatahkan anggapan tersebut.
****
Dan semua akan kembali pada sebuah ayat Tuhan
bahwa laki-laki adalah pemimpin kaum wanita, karena Tuhan melebihkan diatasnya
kaum laki-laki itu beberapa diatas kaum wanita. Dan kita sepakat bahwa surga
tak jauh - jauh dari kaki Ibu kita . Dan wanita adalah sumber inspirasi dan
tiang untuk generasi bangsa. Penerus keturunan yang akan melahirkan pemimpin
bangsa. Bagaiamanakah kita memperlakukannya? Kita sangat miris beberapa ABG
sudah ”lost virgin”, perempuan – perempuan kita ini bagaimana dia bisa
menjadi tiang bangsa ?. beberapa wanita muda diperkosa di angkot oleh anjing
kelaparan, para ibu membuang bayinya dan melati berdarah - dan berdarah lagi….
Dan akar budaya tanah asal mereka menjadi akar pengungkapan puisi.
menurutnya karya sastra selalu bertolak dari realitas kebudayaan , namun
bukanlah sebuah reportase wujudnya sudah bercampur baur dengan diksi , imaji
dan rasa.Karya sastra puisi dari delapan penyair dalam buku ini tetap bertolak
dari akar budayanya yaitu Jawa (terlihat tradisi 1000 hari ada yang memunculkan
dalam kerinduan untuk sang Ayah )
***
Demikianlah beberapa hal pembacaaan puisi saya
selaku pembaca perempuan membaca karya sastra perempuan dalam buku Jejak Mata
Pena ini. Apabila saya kurang pas dalam menuliskannya saya hanya manusia biasa
banyak khilaf dan banyak kekurangan mohon untuk dimaafkan. Saya ucapkan selamat
kepada para penulis dalam buku ini,semoga menjadi isnpirasi wanita Indonesia .
Salam 123 sayang semuanya(mohon maaf pinjam salammnya DAM ).