IMAN DAN TAKWA DALAM BINGKAI KACA
Dewasa ini, manusia semakin disibukkan oleh dunia. Mata hati
tak mampu melihat lagi, karena mata kepala maju di atas segalanya. Gemerlap
dunia memang memikat, penuh warna-warni keindahan dan kenikmatan, namun itu
semua adalah ujian yang diturunkan Allah SWT kepada kita untuk menguji seberapa
kuat iman dan takwa kita kepada-Nya.
Kadang manusia akan lupa segala-galanya saat pujian
bersarang ke benaknya. Hatinya akan tersanjung dan berjalan membusung. Siapapun
akan merasakannya dan menikmati pujian itu, kecuali mereka yang benar-benar
kuat iman dan sadar kalau semua itu bukan miliknya. Tanpa mereka sadari pujian
itu adalah cara setan untuk membuat manusia lupa kepada fitrahnya. Setelah itu
setan akan terus memuat sangkar di hati insan yang imannya semakin melemah dan
memperbudaknya.
Diam-diam kegelisahan ini berpengaruh juga di dalam kancah
dunia kepenyairan, penyair-penyair pemula akan merasa “wahhh!!” ketika karyanya
mendapat sedikit perhatian dan mereka akan lupa kepada tugasnya sebagai penulis
puisi yang memuisi. Melihat fenomena-fenomena yang seperti ini, hati seorang
penyair yang mengaku dalam kesehariannya selalu dikelilingi empat bidadari,
Dimas Arika Mihardja (DAM), menuliskan sebuah sajak percakapan dengan
belahan jiwanya.
AYAT 729, UKIRAN KAYU JATI
: percakapan dengan yessika susastra
telunjukmu menunjuk kaligrafi baitul mekah
terbuat dan terpahat dari kayu jati
dalam bingkai kaca dan warna emas
seorang lelaki, mungkin kafilah memanggul-nya
melintas depan rumah, katamu: "mas
warna emas serasi dipajang di rumah ibadah
persis di muka saat kita mendirikan sholat, menghadap kiblat
aku ingin membingkai hatiku dengan kaca bening
lalu kupajang sebagai hiasan dinding seperti ukiran kayu
jati"
lalu kataku: "yes
ukiran kayu jati hanyalah wujud benda
apakah kita akan menjadikannya berhala?
usah kaubingkai hatimu dan dipajang pada dinding
biarkanlah ia terpajang pada bidang dadamu"
bpsm, 08/02/2012
Puisi yang berjudul “AYAT 729, UKIRAN KAYU JATI” ini
adalah hasil percakapan DAM dengan Yessika Susastra, istrinya. Dalam judul ini
mengandung makna yang dalam dan merujuk kepada tingkatan rohani yang
paling tinggi kualitasnya. AYAT dalam judul puisi ini telah menyeret
kita kepada peraturan-peraturan yang menjadi patokan dan harus ditaati, sebab
biasanya ayat itu adalah bagian dari kitab yang di dalamnya ada hukum dan hukum
adalah puncak yang mengatur hubungan manusia, baik dengan manusia itu sendiri,
alam dan Tuhan.
Angka atau bilangan 729 sendiri adalah angka yang
hanya bisa dibagi oleh bilangan yang mempunyai kelipatan 3. Dalam kehidupan ini
manusia sebenarnya melalui tiga tahapan yaitu lahir, hidup dan mati. Sedangkan UKIRAN
KAYU JATI menggambarkan suatu fenomena keindahan dengan kualitas yang
sangat tinggi. Di tanah Jawa, kayu yang paling bagus adalah kayu jati, kayu ini
mempunyai kualitas dan daya tahan yang sangat lama. Dibuat dan diolah menjadi
berbagai macam peralatan atau istilah kerennya adalah furniture, dan tentunya
bila dinominasikan harganya cukup tinggi. Ukiran merupakan salah satu hasil
karya manusia dengan ketekunan dan kesabaran sang pengrajin menjadikan sebuag
bongkah kayu yang semula tidak benilai menjadi sangat indah dan menarik.
telunjukmu menunjuk kaligrafi baitul mekah
terbuat dan terpahat dari kayu jati
dalam bingkai kaca dan warna emas
seorang lelaki, mungkin kafilah memanggul-nya
melintas depan rumah, katamu: "mas
Diksi “telunjukmu menunjuk kaligrafi baitul mekah”
menggambarkan tentang keadaan pada saat syahadat dalam melaksakan shalat fardhu
maupun sunah telunjuk kita selalu menunjuk kepada kiblat (kakbah) yang berada
di kota Mekah, kota suci umat islam. Lalu kiblat itu oleh DAM digambarkan
sebagai kaligarafi yang “terbuat dan terpahat dari kayu jati” hal ini
cukup memberikan pesan bahwa iman dan takwa seseorang itu adalah ukuran
kemuliaan manusia di mata Tuhan, Allah SWT. Dalam usaha meningkatkan iman dan
takwa, manusia akan berusaha untuk selalu mendekatkan diri, melukisi dirinya
dengan mematuhi perintah-Nya dan menjauhi sala larangan-Nya. Manusia terus
berusaha dan berdoa agar iman dan takwa mereka selalu melekat erat dan awet di
dalam hatinya sampai nanti. Namun iman dan takwa itu ibaratnya berada “dalam
bingkai kaca dan warna emas”, sesuatu yang sangat berharga bagi kehidupan
di dunia maupun di akhirat, keadaan mudah mengombang-ambingkan hingga bisa
dikatakan rawan, mudah pecah seperti kaca, sekali jatuh sudah tidak berbentuk
lagi dan tentunya setan pun tidak akan tinggal diam dalam hal ini. Iman dan
takwa yang kuat itu dimiliki oleh seseorang yang oleh DAM disebut sebagai
kafilah, “seorang lelaki, mungkin kafilah memanggulnya”. Kafilah
itu sendiri adalah orang atau kelompok yang sedang mengembara di tengah padang
pasir, ini adalah metafora yang berarti seseorang yang sedang menjalanai
kehidupan di tengah rawannya kehidupan itu sendiri, kuat menghadapi tantangan,
melawan haus dan lapar hanya untuk mencari sesuatu yang menjadi tujuan dari
pengembaraannya itu sendiri. Tujuan itu bermacam-macam bentuk dan ukurannya,
sesuai dengan niat pada diri masing-masing. Kita juga pengembara meskipun kita
tidak berada di tengah padang pasir dan tujuan utama manusia yaitu menghadap
Sang Khaliq, dan di tengah pengembaraan itu kita harus menyiapkan bekal dan
bekal itu tidak lain adalah iman dan takwa. Pada sudut pandang DAM, semua
manusia yang ada di muka bumi ini diibaratkan sebagai pengembara yang lalu
lalang dan kebetulan saat itu ada salah satu pengembara itu melintas di
hadapannya yang dicerminkan dari, “melintas depan rumah”, rumah itu dalam
kepercayaan Jawa diibaratan sebagi raga, dan apabila bermimpi rumahnya roboh,
orang jaman dahulu percaya bahwa aka nada keluarga itu yang sakit atau
meninggal dunia. Berarti diksi “melintas depan rumah” dapat diartikan bahwa
seseorang yang dimaksudkan oleh DAM sebagai pengembara yang sedang mencari
bekal untuk menghadap Allah SWT, itu seolah-olah berjalan dihadapannya,
tiba-tiba belahan jiwanya DAM, Yessika Susastra berkata, yang dilukiskan dengan
“katamu, Mas”
warna emas serasi dipajang di rumah ibadah
persis di muka saat kita mendirikan sholat, menghadap
kiblat
aku ingin membingkai hatiku dengan kaca bening
lalu kupajang sebagai hiasan dinding seperti ukiran
kayu jati"
lalu kataku: "yes
Pembukaan percakapan Yessika menyinggung tentang warna emas,
emas itu sendiri adalah logan mulia yang bisa dijadikan berbagai macam
perhiasan dan tentunya setiap orang akan menyukainya terlebih lagi kalangan
wanita. Banyak yang mengorbankan harta bahkan harga diri hanya untuk
mendapatkan apa yang disebut emas itu. Dan dalam pemikiran Yessika warna emas
itu ada warna yang mulia sehingga sangat bagus untuk dipajang di tempat dia
menghadapkan diri kepada penciptanya, sholat. Hal ini dapat kita baca dari
diksi “warna emas serasi dipajang di rumah ibadah/persis di muka saat kita
mendirikan sholat, menghadap kiblat”, Yessika juga memberikan informasi
kepada DAM bahwa dalam pemikirannya rumah ibadah itu adalah tempat yang
istimewa dan harus dimuliakan dengan warna yang mulia juga dan akan lebih mulia
lagi kalau dipasang di muka atau di hadapan mereka saat menjalankan ibadah,
dalam usahanya untuk meningkatkan iman dan takwa kepada Allah SWT. Lalu ada
juga keinginan yang diam-diam diidamkan yaitu “aku ingin membingkai hatiku
dengan kaca bening/lalu kupajang sebagai hiasan dinding seperti ukiran kayu
jati”. Dalam pandangan manusia, bening adalah sesuatu yang mudah terlihat
dan mudah dibaca oleh orang awam sekalipun, Yessika diam-diam mengungkapkan isi
hatinya dan ingin isi hatinya itu diketahui oleh semua orang yang melihatnya. Agar
orang yang melihatnya akan kagum kepada, memuji dan paling tidak dia ingin
terkenal oleh sesuatu yang ada dalam hatinya. Namun dengan tegas sebelum semua
terlambat DAM, sebagai suami yang mengerti, menasehatinya dan tercermin dari “lalu
kataku: yess”
ukiran kayu jati hanyalah wujud benda
apakah kita akan menjadikannya berhala?
usah kaubingkai hatimu dan dipajang pada dinding
biarkanlah ia terpajang pada bidang dadamu"
Ya, ukiran kayu jati hanyalah wujud benda/apakah kita
akan menjadikannya berhala?, iman dan takwa pun bisa dikatakan sebagi
benda, dan jika kita menyembah benda maka kita akan dicap sebagai seorang yang
musyrik, dan dosa kita tidak akan diampuni oleh Allah SWT. Perhiasan dunia
semua berwujud benda, manusia hanya boleh mengaguminya karena iman dan takwa
kepada Allah SWT. Lalu apabila iman dan takwa yang kita usahakan itu kita
pamerkan kepada orang lain, bukan pahala yang kita terima melainkan justru
Allah mengutuk kita dan menempatlkan kita sama dengan golongan orang-orang yang
kafir. Memang sesuatu yang menggiurkan untuk memperoleh nama di mata umum
melalui iman da takwanya kepada Allah, namun ini sekaligus jebakan setan agar
kita terperangkap ke dalam hujan pujian, sehingga dengan puian itu menjadikan
kita lupa kepada tujuan kita semula yaitu untuk mendekatkan diri kepada-Nya,
dengan pujian kita bisa menyekutukan Tuhan Yang Maha Esa. Lalu dengan sabar DAM
juga melukiskan nasehatnya “usah kaubingkai hatimu dan dipajang pada
dinding/biarkanlah ia terpaja pada bidang dadamu”, nasehat ini juga tepat
buat semua pengembara kehidupan yang mencari hakiki dan berusaha untuk
mendapatkan hidayah dari Allah SWT. Tidak perlu membingkai dam memajang apa
yang menjadi kebaikan kita, karena sesungguhnya Allah Maha Mengetahui. Apapun
yang ada di dalam hatimu, bahkan kamu bersembunyi di lubang yang tidak
ditemukan oleh manusia lainnya, Allah mengetahui. Kebaikan dan keburukan
manusia itu ada di hatinya, Biarlah iman dan takwa itu tersimpan dan berkembang
di hati. Amalkanlah saja, tidak perlu tempat untuk menyiarkan.
Dari puisi di atas, kita dapat menarik kesimpulan bahwa pada
saat ini, manusia kebanyakan bertopengkan iman dan takwa padahal hati mereka
adalah iblis. Berkoar kesana-kemari, dengan dandanan ala kiai, padahal dibalik
jubahnya tersimpan rencana hitam yang mengerikan. Mereka senang dipuja dan
dipuji. DAM begitu gelisah menghadapi hal ini sehingga dia berpesan lewat
puisinya yang berkesan sederhana namun mengena. Juga pesan kepada manusia untuk
menjadi diri sendiri, jangna terpengaruh oleh hal-hal yang dilihat oleh mata
kepala baik. Gunakan mata hati untuk melihat apa yang ingin dilakukan.
Tingkatkan iman dan takwa kepada Allah, namun biarkanlah hanya Allah saja yang
menilai sehingga kita Dia anggap sebagai hamba-Nya yang mulia.
Luluk Andrayani
MOS17032012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar