Minggu, 25 Agustus 2013

(APRESIASI PUISI) KETIKA KATA TABU MASUK PUISI

KEPADA ABAH
Oleh: MR. Rinaldi

Abah... kutemukan sebutir kelereng
bisakah kau menunjukkan satu lagi
atau mungkin ingin beli sekantung?
ah... terlanjur tabu, lupakanlah!

cukur saja kumis, jenggot juga jembutku
aku ingin telanjang, lari memanggil hujan
aku benci petir, coba tanyakan pada cuaca
adakah tempat untuk sembunyikan gemanya
juga kilat yang membutakan mata
tapi, siapa yang akan menemani?
teman-temanku sudah kawin
tak lagi rindu taman bermain

Abah, masihkah kau sanggup menggendongku
menapaki pematang sembari bersalawat nabi
terus melangkah ke arah magrib dan berkata
"di sana, di balik awan itu malaikat sedang berdoa"
"untukku?" dalam senyummu kutemukan diriku sendiri
: menghisap susu hitam dari puting zaman. lelap.

Cilegon-Banten.
11-05-2012



Puisi ini semacam surat atau bahkan bisa dikatakan curhat kepada “Abah” dan siapakah abah dalam puisi ini. Tentu saja berbagai macam jawaban akan timbul karena sememangnya puisi adalah karya multitafsir. Sebagai pembaca yang awam dan “cethek” pengetahuannya, saya mendefinisikan abah di sini sebagai sesuatu atau tempat kita mencurahkan rasa, orang yang bijaksana, dapat dijadikan panutan dan contoh oleh generasi muda, orang yang penuh kasih sayang, tulus dan penuh wibawa, orang yang dapat membimbing kita.

Aku lirik dalam puisi ini adalah orang yang sangat merindukan kehadiran bapak, sebab banyak kebahagiaan yang dia dapatkan dari “abah.” Bahkan aku lirik adalah orang yang paling kehilangan abah. Aku lirik ingin mengabarkan pada “abah” bagaimana keadaannya saat ini. Menemukan sesuatu yang sangat disukainya, namun sebagai manusia—pada umumnya manusia sifatnya serba kurang—aku lirik pun selalu merasa kurang dengan apa yang dia dapatkan, dia ingin lebih dan meminta lebihnya itu pada sesosok yang di beri nama abah. Namun hal ini tidak mungkin terjadi sebab bila dituruti yang namanya “nafsu” tidak akan pernah puas. Dengan nada yang tegas aku lirik menepiskan semua angan-angannya, ingin melupakan semua yang menjadi kegelisahan nafsunya.

Bait pertama ini menyeret saya untuk berpikir bahwa aku lirik itu masih seperti anak kecil, selalu merenggek, menangis dan manja, padahal kenyataan aku lirik adalah orang yang dewasa (lihat bait kedua). Semua jelas, tumbuhnya rambut halus di tempat-tempat tertentu adalah menunjukkan bahwa manusia itu telah memasuki masa dewasa—menurut biologi. Memasuki bait kedua ini akan semakin terasa bahwa aku lirik ingin kembali atau mengulangi lagi masa-masa kecilnya.

“cukur saja kumis, jenggot juga jembutku
aku ingin telanjang, lari memanggil hujan”


Kata-kata ini menunjukkan bahwa dengan ketiadaan rambut halus di bagian tersebut maka seseorang itu dikatakan masih kanak-kanak yang sukanya selalu telanjang dan bermain hujan (hehehehe kenyataan pada masa kanak-kanak). Namun kemungkinan “telanjang” di sini adalah saat aku lirik masih bersih dan belum terkena racun dunia atau dosa-dosa yang dilakukan sepanjang perjalanan sampai saat ini. Belum mengenal seluk-beluk kehidupan yang gampang-gampang susah. Belum mengenali hiruk pikuk dunia, yang ada saat itu adalah semua indah. Belum bisa mengartikan hitam dan putih yang sebenarnya.

Namun sebagai kanak-kanak ada juga hal yang ditakuti yaitu suara petir (kalau zaman saya dahulu katanya kalau ada petir dan kita menutup telingga, maka nanti jika hari kiamat kiamat kita tidak bisa mendengar panggilan Allah atau ajakan Nabi Muhammad). Nah, dari sini jelas bahwa ketakutan aku lirik semakin menjadi bahkan dia ingin melabrak cuaca untuk menyembunyikannya. Ya, manusia memang selalu ditakutkan oleh masalah-masalah besar yang ada dalam kehidupan ini.Kadang saya pun takut atau bahkan ketakutan sendiri bila berpikir tentang bahaya yang saya hadapi dan bila saja bisa saya ingin memutarbalikan kenyataan serta mengatur apa yang ada di hadapanku namun aku tidak bisa, begitu juga aku lirik di puisi ini. Indra manusia yang paling sering menghadapi bahaya adalah mata dan telinga(penglihatan dan pendengaran) sehingga kenapa penyair memilih petir untuk melambangkan bahaya atau masalah besar dalam puisinya adalah itu kejadian alam yang melibatkan mata sekaligus telinga.

Namun aku lirik di sini selalu merasa sunyi dan sendiri meskipun dia di tengah keramaian. Dia ingin bermain-main lagi namun tidak ada yang peduli. Itulah hakikatnya hidup di dunia ini. Manusia itu seelalu sendiri meskipun dia dikatakan sebagai makhluk sosial. Semua serba sendiri, tidak aka nada orang yang peduli pada nasib kita kecuali diri sendiri. Apalagi jika semua sudah berkutat pada dirinya sendiri. Berpusat pada diri sendiri, manusia akan melupakan kebersamaan dan indahnya bersama.

Lalu sebagai penutup puisi, dengan permohonan yang lirih aku lirik bertanya kepada sosok abah apakah masih sanggup menggendongnya (ya jelas saja tidak sanggup dong, hehehe, orang sekarang seharusnya yang digendong justru sosok abah). Sebuah kerinduan pada masa-masa yang indah ada kalanya mengiris hati (sebagai seorang melankolis sempurna, saya hanya memanen air mata bila mengingat masa lalu yang indah). Kenangan seperti apakah yang selalu dirindu seorang aku lirik puisi ini, mungkin sederhana saja yaitu digendong ayah, menembus waktu magrib menuju surau untuk melaknakan panggilan kewajiban menghadap yang Maha Kuasa, lalu sang ayah tak bosan menasehati dan mendongengi aku lirik dengan petuah-petuah yang bijak. Seorang ayah, sudah saya tuliskan di awal tadi, adalah seorang yang bijak dan berwibawa, dia akan selalu sabar dalam menghadapi berbagai pertanyaan yang terlontar dari mulut anaknya meskipun kadang pertanyaan anaka kecil ada konyol dan tidak masuk akal, senyuman adalah senjata ampuh untuk meluluhkan keingintahua n seorang anak. Sebagai sosok abah penerus, aku lirik tahu bahwa dia sendiri pun  akan mengalami hal itu. Semua akan berputar datang silih berganti.

Seluruh kepahitan hidup yang muncul dari pergantian zaman, berputarnya waktu akan terus ada bahkan terasa oleh manusia sampai dia lelap menuju keabadian. Kenangan-kenangan yang indah dulu tidak mungkin kembali lagi jika kita tidak menciptakannya sendiri. Semua akan menyaksikan siapa kita, jangan merasa sendiri, toh kita semua sama.


MOS, 11 Mei 2012

DEDIKASI ULANGTAHUN KEDUAPULUH TIGA

23 LILIN UNTUK LULUK ANDRAYANI: MEMBACA DIRI

  
Pada hari Kamis, 23 Februari 2012, adalah moment terpeting dalam kehidupanku. 23 tahun lalu aku dilahirkan ke bumi oleh ibuku, bertepatan pada hari yang sama pula. Sahabat-sahabatku dari sebuah komunitas sastra facebook, Bengkel Puisi Swadaya Mandiri milik penyair yang bernama Dimas Arika Mihardja, menghadiahkan puisi-puisi dedikasi yang terindah dan tak ken terlupakan olehku seumur hidup ini.

Lewat catatan ini saya berterima kasih kepada mereka semua (baca: sahabat-sahabatku) karena telah memberikan doa, harapan, kekuatan dan juga memberikan arti bagi kehidupanku. Hanya Allah Yang Maha Kuasa yang dapat memberikan balasan untuk kebaikan kalian semua. Saya hanya bisa berdoa semoga kebersamaan ini terjalin sampai nanti, meski hanya kontak pikiran yang terjadi, tapi bukankah pikiran adalah sebagian dari dasar jiwa kita. Ikatan batin lebih kuat dari pada ikatan raga yang terjalin di dunia nyata.

Selamat menikmati sajian ini dan sekali lagi terima kasih. Salam sayang selalu.


Catatan Dimas Arika Mihardja

 Sebuah dokumen dengan judul LILIN UNTUK LULUK ANDRAYANI: MEMBACA DIRI merupakan upaya pengurus BPSM berkeadilan dan menggalang kebersamaan antarwarga yang merayakan milad. Heran tetapi juga takjub, Februari ini secara berturut-turut melahirkan wanita-wanita yang dikaruniai kehalusan rasa. Sebut saja Rini Intama, ulang tahunnya 21 Februari nyaris beku dan berlalu, beruntung Ratu Ayu mengingatkan kita dengan puisi yang dipostingnya. Lalu memasuki 22 Februari, giliran puisi persembahan untuk Astry Anjani memenuhi dinding BPSM, dan 23 Februari ini Luluk Andrayani pun merayakan miladnya.

Demi keadilan dan kebersamaan yang indah di antara kita, kepada warga BPSM dipersilakan memajang puisi di dinding dan sekaligus menggabungkan puisi itu ke dokumen yang telah saya buat: khusus untuk Luluk Andrayani.
Demikianlah, semoga kawan-kawan BPSM memanfaatkan kesempatan ini untuk berkreasi secara bebas sembari "membaca diri" alias introspeksi. Kelak, jika ada rejeki, puisi dedikasi seperti ini akan dikumpulkan dan diterbitkan dalam SEBUAH BUKU khusus memuat puisi dedikasi sepanjang tahun 2012. Apakah kawan-kawan tertarik mewujudkan nilai silaturahmi melalui penerbitan buku puisi dedikasi bagi sahabat yang berulang tahun?

SEBELUM 23 Februari, sebelum menyalakan lilin ulang tahun, Luluk Andrayani menulis status seperti ini:

Seandainya engkau berubah menuju hal yang lebih baik, aku telah tahu meski tak kamu riyakan kepada semua orang. Karena hatimu telah di hatiku.

Ketahuilah aku tidak suka kepada orang yang riya, karena sesungguhnya kebaikan itu ada di hati, bukan di wajah.


Ajining raga gumantung saka busana
Ajining diri gumantung saka lathi


Pesanku, jika memang engkau telah berubah menjadi lebih baik. Sembunyikan saja dalam hatimu, biar hanya Tuhanmu saja yang tahu. Karena aku tak mau tahu
  Jelang 23 Februari 2012 pula, Luluk Andrayani memajang sebuah puisi berjudul “Malam Penghabisan” seperti ini:

Malam Penghabisan  
kutatap kumpulan doa-doa yang berjejalan di atas lipatan sajadah waktu

berlari mengejar bayang yang terpadam oleh segerombol gagak yang membubung

hiasi langit jingga dan kulihat bercak-bercak merah menganga di mata dunia

inikah penghabisan tuan?
padahal rinduku akan sejuk embun di esok hari masih gebu
berkas impian yang pernah terkubur dulu
kini berjajar rapi menanti gemulai tanganku menyentuhnya
membacanya satu satu lalu mengajakku menjelajahi ruang
luas tanpa pernah kutahu apa namanya

ruang ruang berteriak serak saat langkah kakiku terbentur pembatas
aku terjungkal patah sudah tanganku
perih bertandang mengurung sendi beku
aku terpaku termanggu tanpa tahu kemana akan melangkah
luas namun berselimut kelam damar di tepian telah padam
inikah penghabisan tuan?
padahal pintu hanya lima langkah di hadapan
namun aku telah buta oleh sepercik kebodohan
terlalu patuh pada perintah bunda
Ma On Shan, 22022012

Lalu Luluk Andrayani menjelang detik-detik memasuki 23 Februari, menjelang memasuki miladnya, mengirimkaan gambar setangkai mawar putih dan meminta beberapa kata untuk dijadikan ingatan, acuan, dan cermin menjelang hari jadinya 23 Februari 2012, dan beberapa puisi itu lalu diposting oleh Luluk Andrayani sebagai  ucapan aterima kasihnya seperti ini :

Terima kasih untuk Abahku Dimas Arika Mihardja, Kangmasku Kanjeng Senopati dan Sahabatku Saprilah. Pesan-pesan ini akan saya jadikan sebagai pedoman dalam hidupku.


1. Dimas Arika Mihardja (Jambi):  
AYAT 477 SETANGKAI MAWAR PUTIH
: Luluk Andrayani


di dinding bengkel tertulis grafiti:

ber-217-an, maka di ujung sana adalah tujuan
arah darah merah meraih hati merah

ayunan langkah adalah ritus ibadah
di atas tanah amanah, menulis puisi di atas kertas
lalu dibentuk menjadi perahu yang lalu dihanyutkan
di deras samudera
kelak, perahu itu kembali merapat di pelabuhan
dan senja akan begitu temaram sebab tak lagi berpelangi
melainkan hanya senyum kelopak mawar putih
yang mekar beraroma

bpsm, 2012

2. Dimas Arika Mihardja (Jambi)
  NI LUH ANDRAYANI


duduk simpuh di atas simpulan talitemali

anyam-mengayam gumpalan hati: ni luh andrayani

menyusun jari nan sepuluh, manembah gusti
lalu telaga bening itu tercipta di rekah kelopak bunga

di tangkup dan tingkap dada riak rasa
ngalir di luas bentang sajadah: ya, gusti
kanjeng senopati gegantilaning ati
manembang kidung tengah wengi

nduk, putriku
pandanglah padi di sawah
tak lelah runduk di tanah basah
semakin runduk mencium amanah
: duh gusti, terimalah derai airmata ini
bpsm, 2012
3. Kanjeng Senopati (Yogyakarta):
MENANGISLAH
: Luluk Andrayani
menangislah, andai gumpalan awan mendung gelayut di langit hati tak mampu kau bendung
semoga saja derai airmata menggenang adalah tuba-tuba meracuni jiwa, hingga hatimu kembali cahaya, murung tak lagi menyapa
menangislah, bilamana beban terasa berat dipunggung memikul, menggerogoti hati meninggalkan pedih perih serasa terpukul
biarlah, airmata yang mengucur deras dari pelupuk mata menjelma matair yang membasahi gersang jiwa,
mekarkan kembali kuncup harapan yang lama tertunda
menangislah, biarlah airmatamu mewakili katakata yang tak mampu terungkap dalam pengaduan
biarlah setiap tetesannya melicinkan jalanmu saat mengetuk pintu syurga
menangislah!
dibalik airmata kedukaanmu adalah mataair cinta, andai kau baca isyarahnya
(KS,022012)

4. Saprillah Syahrir Al-Bayqunie (Makassar):
Mawar Putih Untuk Lukamu
: Luluk Andrayani
ini setangkai mawar putih
semalam kucuri dari surga
ketika malaikat ridwan tersilap sejenak
ini, kuserahkan dengan hati
kecuplah sepuasmu
biar lukamu cepat pergi
Makassar, 10 Pebruari 2012
(Thanks untuk puisi nakalnya)

5. Muhammad 'aldy' Rinaldy (Palembang)

JILBAB BIRU

jatuh di tikar lusuh
patah bersimpul kata
basah merangkum dosa
dan doa meringkas syahadat
tuk hadirnya syafaat, llahi Robbi

dengung cumbu berhalwat sholawat
sebuah kaidah mensucikan sebuah perjalanan
penerang makna kehidupan
cermin luhur, titian temaram hati
demi terang syahdu-senyap
istiqomah jalan diri, bentengi alam sunyi

masih di tepian bentang itu,
tahmid bertaut tasbih
lalu terbang mengoyak awangan
yang termakan indah hamparan, luas kajian

fajar baru, jiwa-jiwa.

palembang,
13-02-2012

6. Kanjeng Senopati (Yogyakarta):
TAMAN MADU
: Luluk Andrayani


sudah berapa putaran bumi taman madu itu kau semai
ternyata ladang itu ditanam sejak duapuluhtiga tahun lalu saat lepas dari rahim malam
jangan biarkan mahkota bunga bersabuk kabut pekat
terendapi debu-debu mencumbu agar tak mengusam warna dan rasa tetap mendegup dada
biarlah sarinya menjadi jamuan para dewa saat di altar berpuja
saat rindu berpesta wangi melati
meski tanpa nyala dupa-dupa karena aroma cinta mengharumi hati

(KS,022012)

7. Mahbub Junaedi (Brebes):
LULUK ANDRAYANI

ada kamu yang selalu
membias kata di beranda
membisik dari balik tingkap bengurai angin menghitung embun

demi sebuah kisah
benderangkan mata
penuhi lorong gelap lalu kau menyelinap
sampai di persimpangan ada makna
menyusup di batas telaga
ada masa yang jeda? telusuri waktumu yang tersisa
 23/02/12

8. Deddy Firtana Iman (Banda Aceh)

Lilin
Kepada Luluk Andrayani

Bersalaman senyum pada takdir
setelah angin mengusik tanggal ganjil
pun ikut meniup keresahan umur
yang semakin tua bersanding jejak sajak

"Ada aku," di sela keheningan
dan kujawab "detik-detik yang patah"

Ruang bisu, melafalkan perjalanan
tentang korek api, kue tar dan secangkir kopi
yang tak jauh di irisan lidah
sengaja menyusut sakitnya sepi

Obrolan cahaya surga
menutup pertemuan; lilin menyusut padam

23/02/12


9. Feriyanto Arief

DETAK ITU
: Luluk Andrayani

detak waktu itu
menetes bersama leleh lilin terbakar
sebentar habis terang cahaya atau
sekedar jelaga kau punya ?

fa, 23022012


10. Windu Mandela ( Sumedang)

ISYARAT HUJAN
Luluk Andrayani

ada isyarat dari hujan yang jatuh
di batu jalanan ia terbaring
kaku melawan gigil
mencoba hampiri kau yang sedang memotong
kua tar dikirim eros

Sumedang,
Februari 2012

11. Wahyu Toveng (Jakarta Utara)


Angka tiga wanita

Untuk : Rini Intama, Astry Anjani, Luluk Andrayani

Jiwajiwa jelita
kemilau ratna
di kebun katakata
beranda makna
maya pada

21 + 22 + 23 = 3

tiga tanggal istimewa untuk tiga wanita
bagai deret angka fibonacci
berjodoh dalam gairah yang sama
mengungkap hidup dalam makna kata

salam dariku hai tiga wanita
selamat hari istimewa
semoga sang Maha melimpah berkah karunia
senantiasa


23022012, Utara Jakarta

12. Mawar Berduri (Hong Kong)

Waktu Itu
: Luluk Andayani

Waktu bertanya pada usia, berapa banyak jarimu, jam membisikan"jangan tergesa beri jawabmu". Lalu bisikku padamu, pelan hitunglah dan ulang jika ragu, ingatlah bahwa di setiap angka ada makna, maka gunakan hati dan rasa, maka di situ ada batas pemberhentian yang entah kapan, namun Insya Allah disitu ada sekulum senyum dan airmata bahagia di celah retas embun doa.
Dan pada waktu jangan pernah salah dan menyalahkan, semoga hari ini awal dari segala yang baru, med milad shobatku, dari setetes embun pada kelopak mawar putih ada sebait doa untukmu.

Causeway bay, 23/02/12

13. Moh Syahrier Daeng (Riau)

MENGHITUNG PURNAMA
: Luluk Andrayani

Entah sudah berapa purnama yang engkau lewati
tidak kutahu angka pasti yang diukir matahari
Aku percaya, engkau masih semusim dengan Rois Rinaldi
tiada hari tanpa hamparan benih puisi-puisi

Pada pendakian waktu yang semakin menanjak
menghitung kenangan dan bekas jejak-jejak
Esok masih ada harap menunggu ditapak
sebelum matahari berhenti di titik puncak

Aku tidak bijak merenda kata-kata
kalau boleh hanya sekedar segantung doa

Bintan, 23-2-2012


14. Yusti Aprilina

Ketika Bunga Mekar
: Luluk Andrayani

Mawar putih itu telah mekar
wanginya semerbak,
mengundang kumbang dan kupu
untuk singgah dan bermain
lalu mawar putih dengan durimu
sigap pertahankan diri

Hanya ada satu yang boleh
kau pertahankan:
kelak dialah yang akan
menyerbuki putik harummu

Mawar putih mekarlah selalu
dalam degup jantung kekasihmu

23/02/2012


15. Moh. Ghufron Cholid (Malaysia)

SAAT MATA WAKTU MENGERLING CUMBU
: Luluk Andrayani

Di hari yang baru
Kau telah kupu

Detak waktu buru
Segala kenang cumbu

Airmata tak mesti lukis resah
Melainkan buah sumringah

Ada yang terbakar
Benci yang mengakar

Di hari yang baru
Kau telah kupu

Peta rindu tanah asuhmu
Tak terhapus waktu

Tinggal baktimu
Kau susun tugu

Segala mata
Cari kabar berita

Saat mata waktu mengerling cumbu
Kau pun tersipu di hari ulang tahunmu

Damansara Malaysia, 23 Februari 2012


16. Kemala Yasushi K

Kupukupu Kaku
: Luluk Andrayani

menyesak di dada ini bergumpal resah
tentang asa yang ingin membelah awan
merawat sebuah istana di sela gugus bintang
menyiapkan kelengkapan pesta akhir zaman

ketakpastian mendera kuat dalam ragu yang sangat
tentang kekuatan kepak sayap menantang angin
mewujudkan citacita yang telah diukir semenjak dini
ya, istana itu menanti elusan tangan suci
sedangkan aku kaku di beku waktu

aku tak mampu, sayang
hasrat semula tak lagi nyalang
rona istana memucat dalam angan
akulah si kupukupu kaku

harapan tinggal tersemat di geloramu
bentang sayap muda itu menjanjikan senyum penghuni istana
tempat kautuju bahagia bersama bidadari abadi

apabila telah sampai terbangmu
panggil aku, si kupukupu kaku, dalam doa

bpsm, 23.02.2012



17. Muhammad Rain

TIADA LAGI LUKA MAWAR PUTIH

Oleh: Muhammad Rain

teruntuk Luluk Andrayani (belum kenal tapiku sok kenal ;-)

aduh terkelupas ruas jemari
menganga darah meski tetes si kelopak putih
maafkan perlakuanku
tak pandai kita menyebut setangkai mawar tanpa duri

selamat ulang tahun duhai
meski tak pernah kita saling kenal
sembab air matamu hapus saja
garis tangan kehidupan siapa bisa menebak
pertemuan atau selamat jalan?

hari-hari baru terus mengakar
engkau si mawar putih
puteri bersih dari kesungguhan hati mencari keindahan
di alam dirimu sendiri
di sana letak keutamaan serbuk sari menanti keberkahan amalan
setelah berpelukan dengan embun pagi ini
tiuplah sinar pagi di mata kabut
segala kesedihan pun mengering sudah
tumbuhlah terus duhai
kehidupan sungguh alangkah tiada taranya meski sakit mengenal perjuangan
di sela-sela batu tanah akar menujam
engkau yang tumbuh dewasa dapat kau jadi bunga di atas batu?
tumbuhlah dan mekarkan harummu suci berkatmu
ikhlas berbagi kebahagiaan putihnya hati.

Aceh-Indonesia, 23 Februari 2012

18. Ratu Ayu (Cirebon)

MAWAR PUTIH
Buat : Luluk Andrayani

saat kutemukan kau
pada waktu kuncup
ketika pagi masih berembun
kelopakmu merekah
mencoba memuntahkan tanya
tentang kegelisahan
akan makna kata

kau mencoba berlari
mencari jatidiri
mengawang-awang keinginan
meratap di liang sunyi
dimana telah melelehkan umur
pada syair yang terus mewangi

semua telah kau lewati
hasil survey resah
mengukir pada perjalanan
setiap tapak yang terlalui
menjadi sejarah
selembar bukti disertasi terisi

Luluk Andrayani
mawar putihku
kini usiamu beranjak dewasa
sedewasa syair syairmu
teruslah tebarkan aroma indahmu
pada kelopak rekahmu
dan aku akan selalu memintal
makna sunyi untukmu

Caraka Pojokan Hati
230212

19. Dedet Setiadi

SEKELEBAT LULUK

Aku tak tahu, apa kau mau tahu, aku tak mau tahu!

Aku melihatmu melangkah menenteng waktu
Mengemas doa
Dengan terompah sajadahmu

Butir-butir cemas pun kauhabisi tanpa air mata
Dan kau selalu memandang cahaya
dari seberang benua
Aku yang tinggal di pusar jagat Jawa
Ijinkan melempar mantra

Abrakadabra, taburilah Luluk dengan cahaya cinta

Feb, 2012

20. Begawan Penabur Kasih (Palembang)
sugeng milad jenk Luluk adrayani, sebaris syair semoga mewarnai hari miladmu,...

JANGAN BERDUKA

Lukisan hidup selalu begitu
Ada merah, kuning, ungu dan kelabu
Hitam bukanlah pilihan
Hitam adalah warna dasar
Dasar dari kehidupan manusia
Putih adalah kanvas pada dinding jiwa
Begitulah jiwamu saat lahir di muka bumi

Kanvas itu telah penuh warna
Warna yang engkau pulaskan sendiri
Dari saat pertama kali engkau menyadarinya
Begitu luasnya kanvas milikmu
Dan itu adalah jatahmu
Jatah yang dibekalkan padamu sejak dirahim bunda
Sebagaimana juga aku dengan kanvasku sendiri

Walau setahun usia telah hilang
Dengan segala impian dan cita
Dan sebagian kanvasmu usai kau pulas
Dengan warna yang takkan hilang ditelan masa
Warna yang takkan mampu kau hapus
Tak peduli suka atau tidak, itulah warnamu
Warna yang kau pilih sendiri dari antara selaksa warna di bumi

Lukisanmu belum usai
Masih banyak warna yang bisa kau pilih
Dan banyak bentuk bisa kau gambar disana
Apabila kebimbangan menimpa rasa
Carilah cermin kehidupan
Pandanglah kedalamnya Di sana ada makna hidupmu
Abadikanlah diatas kanvasmu, karena itulah dirimu
— at kanvas hidup dari Paembang.


21. Önald Änold

Sajak Milad: Luluk Andrayani

kuingin mengirimmu bunga
ribuan kumbang mendahuluiku
kuganti dengan doa, banyak sudah terangkai
kuingin buat puisi,
sudah penuh peluh kata

tersisa hanya cintaku
yang jernih, tak berpesona
tak berwarna
terimalah,
penghantar mimpimu
penjaga cintamu.

Selamat ulang Tahun, Sobat.


22. Puja Sutrisna

Ini Februari 23, Luk!
: Luluk Andayani

ini feruari 23, luk? tepat saat
pelangi nyaris sesat. membaca hujan pagi
ringkuk menunduk, pada tanggal 23
: anak perempuan nangis histeris
memecah musim.

rengkuh hari dengan lakon Drupadi, luk
menanam sumpah meminum darah, Duryudono
ksatria pongah telanjangi haru, hari Respati
perempuan penakhluk bumi
: bintang hilang kerlipnya
malam musnah hitamnya

ini februari 23, luk!
musim dewa-dewa menitip puisi pada tangis
perempuan, pengusung mendung juga senandung
romantis-melankolis gerimis, di ranah biru
menyatu dalam musim penghujan
sepertiga, akhir februari
: ini hari menuk mbebayani
menutup kutub februari bersama senja
Anjani dan juga Rini!

(pada langit, Drupadi mengulum senyum
terbata-bata mengisahkan-Nya)

Puja Sutrisna, 23 Februari 2012
kepada tiga perempuanku: astry, rini, menuk!



23. Nabila Dewi Gayatri (Surabaya)


KAU BANGKITKAN
: terhatur adikku Luluk Andrayani
  di hari miladnya

kehadiranmu laksana anggur yang segar
menjadikan hidup senantiasa terjaga
keseimbangan antara raja' dan khauf
bagai malam yang selalu purnama
bagai siang yang selalu matahari

adikku,
kau bangkitkan nyala api jiwa
menjadikan kehidupan indah memancar
di tengah peradaban terkoyak
pajangan berhala mabuk dunia
melukis wajah tanpa rupa dan warna

di gerak ruh,
kau peragakan cumbuan harum titah
berpeluk mesra di kedalaman cinta-Nya
selamat, rebah di pangkuan Sang Tujuan


·~ Salam Cinta Pencinta Cinta Bercinta ~
on Thursday, February 23, 2012 at 3:22pm

24. Muhammad 'aldy' Rinaldy (Palembang)

DONGENG CINTA KLASIK
:Luluk Andrayani

"Alkisah"
Bani Umar di Jazirah Arab
miIiki segala macam yang diinginkan orang, Anak
belum
~ikhtiar

Qais! inisian 'Majnun' perkasa
di antara kelas dan teman. permata
Laila!

restu koyak terpecah belah hancur
berdenting lipat angan di kepalan
isak- keruh berderu-deru

tersunting
istana rupa aduhai tetaplah
menjadi, 'Ibn Salam' gagal melayukan. Laila
ringkuk membatin

gerimis menjerit, gagak makin lena berburu
sungai tetap jernih!
di malam musim dingin tanpa sapa tanya
dengan tatap tetap menatap pintu harap meruah
pun Pulang dengan tenang sambil bergumam, Majnun…Majnun. Majnun

'titip salam dan pesan'
(“Dalam hidupku, aku tidak bisa melupakanmu barang sesaat pun. Kupendam cintaku demikian lama, tanpa mampu menceritakannya kepada siapapun. Engkau memaklumkan cintamu ke seluruh dunia, sementara aku membakarnya di dalam hatiku, dan engkau membakar segala sesuatu yang ada di sekelilingmu”. Kini, aku harus menghabiskan hidupku dengan seseorang, padahal segenap jiwaku menjadi milik orang lain. Katakan kepadaku, kasih, mana di antara kita yang lebih dimabuk cinta, engkau ataukah aku?")

Palembang,
23/02/2012


25. Hanna Yohana(Hong Kong)


Miladmu Luluk Andrayani

Tak pelak!
Wajahmu terkunyah usia
Cantikmu mendekap tua
Bersyukurlah!
Sebelum matimu ada

Selamat ulang tahun!

23/02/12

26. Arsyad Indradi (Banjarbaru)

Kisah Kasih Kado Mimpi
: Rini Intama-Astry Anjani-Luluk Andrayani

Beranjak tidur kalian rajin menanam aneka bunga di ranjang
Di dalam mimpi tumbuh subur dan bermekaran mewangi
Tidak biasanya aku melupakan setiap lembar kalender berganti sebelum tidur
Mimpiku sungguh tak nyaman

Entah apa begitu membuka jendela mimpi
Harum siapakah gerangan
Di angin mendesir

Di taman kalian meronce dendang bunga
Bulan dan bintang itu bagai kumbang dan kupukupu bergayut di tangkaitangkainya
Kalian riang bekejaran di hatiku o februari

Mimpimimpi kita tanpa sangsi demikian dendang itu
Di lapislapis cakrawala
Milad cinta

kssb, 2012


27. Arya Dwipangga

Renungan
Untuk Luluk Andrayani

Hidup hanya menunggu mati
Andrayani
Jika kamis hari 23 bulan kedua 23 tahun lalu
Kau begitu ayu
dan orang-orang tertawa menyambutmu
maka tersenyumlah untuk matimu sendiri
dan biarkanlah mereka menangis
mengais sisa-sisamu

230212

28. Astry Anjani

SEPUTIK DO’A
: Luluk Andrayani

Sayup kudengar lantunan tembang
Dari para gembala katakata
Ini hari ada seputik kembang
Mekar di antara rimbun kenari

Namun ada kelopak luruh rupanya
Jatuh meratap tak hendak mewarta
Di antara seribu kebahagiaan
Ada setetes nila di antaranya

Lalu degub debur menjaring do’a
Bersijingkat membasuh malam
Ada harap mekar di kelopak mawar
Sebelum hujan februari menghapus jejak

Hongkong, 23/02/12

29. Dewi Kelana

Bintang Tuk Luluk Andrayani

satu satu kupetik bintang
kurangkai pada cawan kristal
bingkisan kasih, untukmu

pasang di retina, adikku
pada dada kirimu
di kening
dan dahi

gemerlap
di nyata dan mimpimu
dalam CahayaNya

probolinggo, 23/02/2012

30. Muhammad Rois Rinaldi (Cilegon)

SELALU ADA YANG KAU PUNYA
Kepada Luluk Andrayani

dekaplah gambaran diri, meski kusam, di seberang tanah lapang nan gersang
selalu ada seruang keteduhan jika kau hendak menepi, menghirup udara juga wewangian kembang lili yang kerap kau rangkai dalam angan, bukankah senantiasa bermekaran di hatimu?

sudah berapa lama kau tak mendengar dongeng tentang tangga menuju surga, setelah terbang ke negeri yang asing segalanya? di gumpalan awan jejak sayapmu mengabarkan tentang pertikaian, tentang keharuan, tentang kebaruan dan kau masih terus terbang, menyibak celah dunia, di mana tempat terakhir kau akan hinggap?

jangan menangis lagi sayang, di sudut ladang ada yang harus kau tanami, benih-benih cinta akan tumbuh dan berbuah, kini tahun telah berganti, langit-langit yang menjulang itu masih menanti, kau terbang dan menang.

CILEGON-BANTEN
23-02-2012

Catatan:
Adalah sebuah kerinduan saat membaca puisipuisi yang didedikasikan kepada saya saat menikmati berkurangnya jatah umur. Disana doadoa terus meluncur, seperti sebuah peluru yang ditembakan menuju sasaran. Dalam umur yang keduapuluh tiga sebenarnya ada sesuatu yang begitu sangat ingin saya laksanakan yaitu mengakhiri masa lajang, namun apa daya Tuhan belum memberikan waktunya kepada saya. Puisi ini adalah hadiah yang terindah sampai kapanpun dan dimanapun saya menginjakan kaki.

Terima kasih sebanyakbanyaknya terhadap anggota Grup Bengkel Puisi Swadaya Mandiri.

Kamis, 22 Agustus 2013

Antologi Puisi Ketika Wanita Bicara


 Telah terbit kumpulan (antologi) puisi karya Buruh Migran yang kali ini bekerja sama dengan AG Publishing.
 
 
 Judul: KETIKA WANITA BICARA
Penulis: Tiana Hidayat, Lintang Panjer Sore, dkk
Tebal: 120 Halaman
ISBN: 978-602-7692-54-1
Harga:
  • IDR 30.000 (Belum Ongkir)
  • HKD

Untuk Pemesanan Ketik:
KWB#Nama Lengkap#Alamat Lengkap#Jumlah#No. Telp
Kirim ke 0878-260000-53

"Jangan pernah sepelekan kaum Hawa ! Apatah lagi bila mereka sudah menarikan puisi-puisi di depan matamu, mata-mata pena itu yakinlah bakal menggoresi jiwamu dalam - dalam. Tak percaya, buktikan dengan menghayati puisi-puisi dalam buku ini" (DENNI MEILIZON, Penyair, Penikmat Sastra dan Pegiat Literasi)
 
 
“Kupuja cinta bersama mimpi Laila Majnun
Namun tak ingin larut di kedalaman cintamu
Dapatkah kau bijaksana laksana Lukman?”
Bunyi salah satu penggalan puisi di dalam buku ini. Kata-kata disajikan dalam seni literasi yang indah, makna-makna dirajut menjadi falsafah hidup yang dalam. Buku ini mampu menjadi cermin yang mewakili keindahan literasi dan kekuatan falsafah hidup. (NAQIB NAJAH, professional writer, author of Sidomi News, creator of Aquarich Media)
 
 
 "Ingin tahu apa yang diinginkan wanita? Temukan jawabannya di buku ini."
(BAGUS Y. HIDAYAT, CEO AGPressindo Group)

Rabu, 21 Agustus 2013

(PUISI) MONOLOG TANDA SERU

MONOLOG TANDA SERU
: dari ibu

ini adalah jawab nak, setelah matahari bulan bumi
bertemu pada titik yang disebut gerhana
perang dimulai dengan membeberkan mitos-mitos tanpa cahaya
dan debar terus mencari keberadaan garis tegak lurus
serta hitamputih angin

tahukah kau nak tentang kisah laut lepas meluas saat itu
asinnya mengalir di raga dan pecah gelombang menganak dalam muara
jawab itu juga ada di sana
maka karang dan ombak tanamkan tepat
dan petik

juga pada segitiga samasisi itu nak
jangan lupa mengeratkaitkan sudutnya
adalah kunci segala tanya terhadap kemerdekaan jati pencarian


mos1212la