Selasa, 30 Oktober 2012

KUMPULAN CERITA PENDEK

HASIL MATA PENA KITA



Judul: Kemboja Bercerita
Penulis: 12 Pengarang Perempuan
Penyunting: Adi Toha
Penerbit: Abatasa Publishing
Terbit: November 2012
Tebal: 276 hal
ISBN: 978-602-17081-0-1

Cerita-cerita pendek yang terkumpul dalam buku ini hampir merangkum seluruh persoalan hidup yang kerap dihadapi oleh manusia, terutama kaum perempuan. Ada persoalan cinta yang tak pernah selesai dikisahkan, ketika dihadapkan pada persoalan kematian dan kesetiaan; ada liku-liku kehidupan rumah tangga dan perselingkuhan; ada perjuangan wanita-wanita tangguh anak negeri dalam mengadu nasib di negeri seberang. Diceritakan dengan jujur dan apa adanya. Membaca cerita-cerita dalam buku ini kita akan menemukan suatu mozaik kehidupan, tempat kita barangkali bisa bercermin sekaligus membaca diri, apa yang sudah kita berikan pada kehidupan, apa yang sudah kehidupan berikan kepada kita, dan sudah sejauh mana kita melangkah dalam perputaran nasib. Barangkali, salah satu cerita dalam buku ini adalah ceritamu sendiri.
***

“Buku ini ditulis oleh tangan anak-anak muda yang tangguh, menyajikan pengalaman batin yang hebat. Melalui cerita-cerita yang sederhana tapi mendalam, Anda akan diajak berkelana ke tempat-tempat yang unik, termasuk ke kota-kota yang jauh di Korea, Cina, Jalur Gaza di Palestina, dan tentu seputar Hong Kong tempat mereka kini bermukim. Tutur yang jujur tentang khayalan dan kenyataan melebur dalam kisah-kisah tentang pengembaraan dan kebahagiaan, tentang cinta dan pengkhianatan, juga tentang kritik sosial dan pahitnya kehidupan. Buku ini menjadi rekaman amat penting tentang perjalanan anak negeri yang matang menjalani sekolah kehidupan.”

—Fahmi Panimbang
Aktivis sosial, tinggal di Hong Kong

"Saya tidak piawai merangkai kata-kata indah. Sebagai jurnalis, saya terbiasa merangkai kata-kata lugas, ringkas, to the point. Maka saya selalu kagum kepada para penyai, cerpenis, dan novelis yang mahir merangkai kata-kata berona (colorful word) dalam bercerita, dalam puisi, cerpen atau novelnya. Tak terkecuali terhadap para penulis (cerpenis) di buku ini. Saya kagum. Lebih kagum lagi, para cerpenis di buku ini adalah mereka yang memiliki energi luar biasa! Karena di tengah kesibukan teramat padat sebagai 'migrant worker' mereka masih sempat berkarya, memainkan imajinasi dan merangkai kata-kata indah untuk menyampaikan pesan dalm cerita demi cerita. Lihat saja, judulnya pun sudah indah dan bikin kita penasaran. Salut! Buku ini bukti kesekian bahwa BMI Hong Kong memang bukan BMI biasa! Barokallah.

--- Syamsul M. Romli Praktisi Media Bandung, Jurnalis dan penyiar Radio


“Sebuah karya yang harus diapresiasi dari mereka yang berjuang dan berkarya. A must-read untuk siapa saja yang mampu mengapresiasi eksistensi para pahlawan devisa. I believe the more you read, the more you understand their rich life experiences. Do not put this book down. It is a real eye-opener.”
—Eva F. Nisa
University of Hamburg

REVIEW BUKU



PERMAINAN BUNYI DEDET SETIADI



Judul Buku: Gembok Sang Kala
Penulis: Dedet Setiadi
Tebal: viii + 100 halaman
ISBN: 978-979-185-385-9
Penerbit: Forum Sastra Surakarta (Cetakan I, Juli 2012)


Pertama kali buku ini sampai di tangan, saya terpana dengan sampulnya yang memadukan warna biru dengan gambar gembok yang telah berkarat. Hal ini memutar pikirannku untuk mengingat harta karun yang karam di lautan lepas. Yang berkemungkinan, Dedet ingin memberitahukan bahwa untuk memahami isi puisi serupa berburu harta karun.

Di dalam buku ini terdapat 87 puisi Dedet Setiadi yang ditulis pada tahun 2011-2012. Buku ini diawali dengan puisi berjudul Potret Diri dan diakhiri dengan Sajak Para Pendaki. Hampir semua puisi yang tertulis dalam buku ini bertemakan kehidupan atau bisa dikatakan secara khusus yaitu perjalanan manusia dalam mengisi waktu selama manusia itu hidup di dunia ini—yang berawal dari perpaduan darah merah dan darah putih sampai kembali merata tanah.

Ada juga puisi-puisi yang menunjukkan nasehat turun-temurun. Puisinya berjudul Fragmen Perjalanan 1, Fragmen Perjalanan 2 dan Fragmen Perjalanan 3. Ketiga  puisi ini menjelaskan kepada kita tentang riwayat empat keturunan, yang terhitung dari kakek/nenek, ayah/ibu. diri kita dan anak-anak kita. Isinya berkisah tentang perbandingan bagaimana perubahan zaman itu terjadi baik dilihat dari cara berpakaian, tata letak rumah, sarana transportasi juga kebiasaan-kebiasaan manusianya. Pada Fragmen Perjalanan 1 menunjukkan itu masih zaman dahulu kala waktu kakek/nenek Dedet, pada zaman itu semua masih serba sederhana, merka menggunakn blangkon dan surjan, mainannya gasing, duduk di tikar sambil makan ubijalar rebus. Lalu pada Fragmen Perjalanan 2 mengalami perkembangan yaitu pada zaman bapak/ibu dan kelahiran Dedet, waktu itu banyak anak-anak yang telah mengenal huruf hijaiyah, tidak main gundu lagi, lalu pakaiannya sudah berubah memakai sarung dan kopiah, dan tempat duduknya sudah di kursi rotan. Sedang pada Fragmen perjalanan 3, nah… ini dia zaman modern yang saat ini kita semua lalui, semua serba modern dan zaman internetisasi. Dari ketiga puisi itu saya menyaksikan betapa drastic perubahan hidup yang dialami oleh manusia, padahal masih empat keturunan saja.

Uniknya lagi, puisi-puisi Dedet yang tertulis di dalam buku ini adanya mengambil tiruan bunyi dari benda-benda yang ada di sekitar kita. Contohnya,

segerombol anak berlarian, bermain ketapel
main perang-perangan
seperti barisan tenntara di medan gerilya
plok!
seorang menembakkan ketapel ke udara
(KISAH SEEKOR BURUNG SAJAK, Hal. &7)

tiba-tiba dari ceruk malam
berkelibat sebilah kelewang, menebas-nebas keheningan
crak!
crak!
darah menyembur dari kesadaran
yang terpotong dan tergeletak di lantai ruangan
(NOCTURNO, Hal. 16)

pyar!
suara embun itu pecah, menebarkan jutaan cahaya
cinta menujju alam baka
(PELUKIS EMBUN, Hal. 64)

dan masih banyak lagi tiruan-tiruan bunyi lainnya. Hal ini bisa membuat imajinasi atau bayangan saya seandainya benar-benar menghadapi sesuatu yang ingin Dedet ungkapkan dalam puisinya itu. Misalkan saja saya saat itu sedang bermain ketapel dan melentingkan batu lalu batu itu mengenai sasaran pasti suaranya jelas terdengar.

Dedet juga mengubah seluruh benda-benda mati menjadi seolah-olah hidup dalam puisinya. Semuanya berbicara sendiri-sendiri menurut tempat dan waktunya. Bebatuan, pepohonan, debu, air, udara bahkan sampai ke toilet pun bisa hidup dalam diksi puisinya.

Ada satu puisi yang sungguh menggelitik hati, mengajarkan kepada kita tentang kesederhaan namun justru dari sederhana itu menjadikan kita sebagai kekuatan yang tidak terbandingi. Bahwa semua orang saling melengkapi satu dengan yang lainnya. semua mendapatkan tempat sesuai dengan peranan dan kemampuan masing-masing. Kita semua adalah berbeda, namun perbedaan itu bukanlah hal yang menjadikan perpecahan, tapi perbedaan adalah kekayaan dalam kehidupan.
MOZAIK TAMBAL SULAM
: kepada semua


Jadilah pecahan batu
Untuk menjadi fondasi rumahmu

Jadilah sebatang kayu
Untuk menjadi tiang yang menyangga rumahmu

Jadilah selembar sirap
Untuk menjadi atap bagi rumahmu

Jadilah apa saja
Untuk mengisi yang belum ada
Itulah hakikat beda
Untuk menuju bangunan yang sempurna

Magelang, 2012


(bersambung)

Minggu, 28 Oktober 2012

[PUISI] TENTANG MIMPI



TENTANG MIMPI

pada jendela kugantung rangkaian
kenangan mawar dan purnama
yang bercerita tentang lembar
almanak berjatuhan
punguti sisa matahari
pada ujung jingga

jendela I
angin berhembus
bawakan wangi ibu
mengaduk ranah
bersimbah darah
lesap debar di dada
obor pun padam

jendela II
lautan bersitegang
amanah terkoyak
gugurlah seroja

jendela III
langit hitam
bintang berguguran
cerita telah usai
mungkin?

hingga lembar terakhir
masih kudekap selimut peradaban
dan berteriak
"akulah pemimpi"


mos27102012la

Sabtu, 20 Oktober 2012

[PUISI] SEPASANG ANGSA

SEPASANG ANGSA MENEMBUS BATAS


hitamputih tergaris di telapak menarik
surat dan sirat mereka-reka ejaan
apa yang terbaca esok hari
sebelum mentari ditelan gerhana
diam-diam meniti tualang di genggam tanya
arungi sungai mencari muara

telusuri deras arus sayap terkembang aroma pualam
segala cerita
segala tanda
berbaris ikuti jejak tertatih kembara
muara belum juga terentang di hadapan
mungkin masih tertutup kabut itu
kembali lagi pengaharapan bergemuruh

semakin jauh jauhi segala lintasan
nyanyian tualang tak lagi hingar
hanya ada isak kepedihan di kiri-kanan
entah milik siapa
kemudian hilang begitu saja
seperti terseret riak
mencari batas di batasan waktu

sementara ujung kembara masih berlubang
belum ada batas merentas


Mei-September 2012



Jumat, 19 Oktober 2012

PUISI DEDIKASI

TENTANG KAMAR ARSYAD INDRADI


di kepalamu terkotak-kotak kamar
penuh derak aku mencoba eja
kabar beterbangan
bertabrakan di jingga

kamar satu
serupa pergumulan meja judi
dadu-dadu berloncatan cari wajah
gelar kemungkinan
pertaruhan
sedang kepastian
pasti pada enam sisi

kamar dua
wangi kantil tergantung
di jendela cari warna
yang dulu luntur di atas pembaringan
saat lima bintang jatuh di pundak

kamar tiga
lembaran berserakan cerita
hitam
putih
juga pelangi
bersilangan mengguratkan sepuluh garis

kamar terakhir
berjatuhan damar dari langit-langit
dan hanya ada satu
cahaya abadi

lalu senyummu putari ingatan
menyeretku masuk dalam sisa
teka-teki atap dan lantai


mos171012la






Senin, 15 Oktober 2012

ANTOLOGI PUISI SEPASANG ANGSA (APSA)

TELAH TERBIT BUKU



Judul: Antologi Puisi Sepasang Angsa
Penulis: Muhammad Rois Rinaldi & Luluk Andrayani
 Tebal: 145 halaman
Penerbit: Abatasa publishing
Cetakan I: Oktober 2012
Harga: IDR 40000,- (belum ongkir)
 Harga khusus Hong Kong 1eks HKD 55; 2eks HKD 100
Order hubungi: Rohmatullah Cuoy, Adi Toha, Bintang Al-Ikhlas (Hong Kong)

"Sejumlah puisi, dalam buku Sepasang Angsa, secara metaforis serupa angsa putih yang tak letih menaiki tanggul sungai. Sepasang angsa (penyair yang berjiwa romantik) berenang menyongsong arus kehidupan yang tenang tapi menghayutkan. Sejumlah puisi tampil bersahaja, sederhana, namun terasa aroma maknanya." (Dimas Arika Mihardja, Direktur Eksekutif Bengkel Puisi Swadaya Mandiri)

"Muhammad Rois Rinaldi adalah satu dari sekian pemuda yang muncul sebagai penyair kuat." (PS Megananda, Penyair Senior Banten)

"Luluk Andrayani adalah nama baru dari kalangan penulis / penyair asal Trenggalek. Tetapi, ia langsung menerobos barisan nama-nama yang kukenal sebelumnya dengan kekuatan diksi serta beragam tema yang dikuasainya. Luluk tidak egosentris seperti penyair pemula pada umumnya." (Bonari Nabonenar, Penyair Trenggalek)

KEPADA WANITAKU
: Luluk Andrayani

Oleh: Muhammad Rois Rinaldi


aku tak tahu apa yang meledak di kepalamu
karena kau begitu abai pada rasa sakit
seluruh airmata kau tuang dalam gelas
seteguk rasa berkecamuk—remuk
jiwamu mengombakkan amuk
pada karang melumat bengis

temuilah lagi derai tawa antara lari kecil
atau rekah senyum pada kelopak kantil
mungkin di sana ada sedikit riang
untuk kau bawa pulang
lintasi pematang

kenang!
kenanglah lagi
tembang tualang

melaju lurus tuju temu
setelah lama tersekap pengap
ruang tunggu. di hatimu peta itu

Cilegon-Banten
07 April 2012

KEPADAMU LELAKIKU
: Muhammad Rois Rinaldi

Oleh : Luluk Andrayani

tahukah kamu?
saat awan merentas purnama di bentang langit kerjap bintang bimbang mencari angin
tertiup semilir kesejukan
perjalanan belum berhenti

tahukah kamu?
saat membaca gigir kelam letih mencakar jiwa menyeret kekar lalu aku dan kau membisu terbius
dalam rentang bentang tanpa arah cerah

dan saat membaca debu jalanan
mata buta menatap dendang keindahan bayang cakrawala
ah entahlah, semua seperti selubung kungkungmembelenggu
sayap-sayap kembara
adakah kamu tahu?


Tai Po, 74201

Sabtu, 13 Oktober 2012

[PUISI] DI BALIK ?

Di Balik ?


serupa lengkung patah mengawang
terbang entah arahtuju
bertabrakan dalam ruang penantian
--kepastian-kepastian tersembunyi
rapatkan kunci

diantara remang
bayang hitam selalu diam-diam
intai benang kusut pencarian
sandi semesta meminta eja

sejarah terus berlarian
di lembaran waktu ukir kesaksian
peradaban dan perjalanan
"emas tetap emas meski terbenam lumpur"
: kuasa dan kehendak


la, 19 September 2012

[PUISI] AMNESIA

AMNESIA


matahari jatuh tepat di ubun-ubun
panas dingin rasa tiada beda
gelap terang bergantian menusuk sunyi

suara-suara yang kemarin tersusun di meja
tak pernah lagi terkenali--keasingan dalam tatap
menuju senja

kenangan berlarian
tanda tanya berhamburan
kemarin dimana dan bagaimana--tanpa jawab

dan bahkan
nama sendiri tidak tahu--ada di golongan mana
manusia atau seperti manusia


September 2012