Rabu, 05 Desember 2018

ESAI PUISI: Menuaikan Kewajiban seperti Mengisi TekaTeki Silang


Menuaikan Kewajiban seperti Mengisi TekaTeki Silang



Kehidupan memang penuh misteri, tidak akan pernah ada yang tahu apa yang "akan terjadi". Namun manusia begitu sibuk meraba dan meramalkan bahkan ada yang nekat pergi ke orang pintar hanya untuk mengetahui “masa depan”  atau sesuatu yang akan  terjadi tersebut. Bahkan ada yang percaya dengan ramalan perbintangan—hal yang termutakhir masa kini, jika sebuah majalah, koran atau media lain mempublikasikannya, manusia akan sibuk menbacanya lalu mengeratkaitkan dengan kehidupan yang akan datang tersebut. Hal ini sudah menjadi sebuah kelaziman, meskipun dalam Islam diharamkan.  Dan entah mengapa begitu mudahnya kita—manusia—terpedaya.

Ramalan dalam menjadi trend masa kini, mungkin hal ini disebabkan bahwa manusia begitu tergesa-gesa ingin mengetahui apa yang seharusnya belum waktunya, untuk jaga-jaga, mungkin begitu. Namun yang namanya rahasia Allah SWT, tetaplah menjadi rahasia dan jika Allah telah menetapkannya maka tidak akan ada yang mampu mencegahnya. Begitu pula sebaliknya.

Manusia juga tidak pernah puas akan apa yang telah diraihnya selama ini, selalu ingin lebih dan lebih. Sebab nafsu selalu saja menjadi lawan yang paling berbahaya. Melihat kemungkinan-kemungkinan yang terjadi sekarang ini tentang kehidupan yang bermisteri (takdir) puisi pun akan menjadi tempat untuk mengabadikannya. Salah satunya adalah puisi berikut. Puisi yang memetaforakan kehidupan sebagai teka-teki silang, yang berisi kotak-kotak kosong, tegak lurus dan harus diisi.


Silang Kata Kehidupan


han...!
kehidupan yang kulalui umpama
mengisi teka-teki silang kata
mencari huruf-huruf diri
untuk kupenuhi petak-petak
melintang dan menegak

han...!
pada petak-petak pertemuan
melintang dan menegak itu
aku harus mencari sepuntung abjad keramat
untuk kuhidupkan jalan mengisi petak-petak yang menanti
meneruskan kembaraku yang kosong
mengisi dengan
huruf-huruf yang kadang-kadang
aku sendiri tidak pernah mengerti

han...!
jalan semakin panjang
digit-digit hidup kian meningkat
sementara petak-petak kosong masih menanti
aku di laluan dalam pencarian diri
destinasi yang kian hampir!
hanya doa kudus
padaMu tuhan...

han...!
sesungguhnya benar...
kehidupan adalah umpama
sebuah perjalanan yang sementara
dalam masa yang sama
kita harus mengisi petak-petak kosong
dalam teka-teki silang kata
yang belum tentu dapat kau siapkan

han...!
begitulah adanya...
mahu kuulangi peringatan ini padamu
sekali lagi...?

15.6.10

Teka-teki silang yang kita kenal adalah ajang asah otak, dimana kita dituntut untuk mampu mengisi kekosongank kotak-kotaknya. Jawaban sudah tersedia namun semua itu tergantung kepada kita, seberapa kaya kosakata yang kita miliki. Begitu pula kehidupan, sebenarnya kita mampu mengisi setiap kekosongan yang ada dalam hidup kita, namun hal itu tentu saja sesuai dengan pengalaman dan kemampuan kita masing-masing. Mungkin yang telah kenyang makan garam, kotakkotak kosong yang tegak lurus itu akan terisi hampir penuh, begitu sebaliknya. Juga akan ada tingkatan keaulitan yang dihadapi, anakanak akan beda dengan orang dewasa.

Lantas dengan apakah kita harus mengisi kekosongan yang ada dalam kehidupan kita? Tentu saja jawabnya adalah kewajiban kita sebagai manusia. Kewajiban manusia itu sendirilah yang dijelaskan dalam puisi ini. Kotak-kotak melintang dan menegak di sini melambangkan hubungan manusia, yaitu  manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia  serta manusia dengan alam sekitar.

Puisi ini secara harfiah terdiri atas lima bait yang masing-masing diawali dengan kata berelipsis "han...!". Berupa monolog yang ditujukan kepada lirik "han". Siapakah "han" yang dimaksud penulis dalam puisi ini. Beberapa kemungkinan berkecamuk di benak saya, tetapi hal yang paling mungkin adalah panggilan untuk orang yang tersayang yaitu manusia. Sebab jika menilik judulnya yang memiliki persilangan kehidupan dan yang paling runyam adalah manusia.

Pada bait pertama, seperti yang telah saya jelaskan sebelumnya, puisi ini memang mengacu kepada  kehidupan yang seperti teka-teki dan manusia diwajibkan untuk mengisi kekosongan tersebut, baik melintang maupun menegak. Dalam bait ini menunjukan adanya usaha, yang merupakan kewajiban pertama manusia.

Bait kedua menjelaskan bahwa diantara pertanyaan atau peristiwa yang kita lalui, akan ada kaitannya bahkan berkaitan satu sama lain, sehingga kita harus pandai-pandai memilih dan memilah, mana yang baik dan mana yang buruk. Begitu pula perjalanan hidup kita, kadang kita berada dalam sebuah persimpangan yang dimana jalan lain pernah kita lewati, dan kita menghadapi masalah atau peristiwa serupa maka kita akan mengambil cara yang dulu kita gunakan untuk menyelesaikan masalah kita saat ini. Dan sememangnya kehidupan selalu berkaitan peristiwanya dan selalu berulangulang jika saja kita mampu mengkilasbalikkan, namun kadang kita sebagai manusia punya penyakit "lupa".

Pada bait ketiga, disini menjelaskan bahwa selain kita mampu berusaha untuk mengisi, kita juga harus berdoa, yang merupakan kewajiban manusia disamping berusaha. Sebab jalan kehidupan selalu panjang dan setiap saat bisa berhenti sesuai kehendak Tuhan.

Bait selanjutnya menyatakan bahwa kehidupan di dunia adalah sementara, dan memang demikian adanya, bahkan diibaratkan hidup di dunia itu hanya singgah untuk minum (mampir ngombe; Bahasa Jawa). Sehingga apapun yang terjadi kita harus selalu berusaha untuk mengisi kekosongan hidup ini dengan sebaik-baiknya. Seperti kata bijak, berusahalah seperti engkau akan hidup selamanya dan berdoalah seperti engkau akan mati esok hari.

Bait terakhir berupa penyerahan diri. Yaitu setelah kita berusaha, berdoa dan kewajiban manusia yang terakhir adalah tawakal atau berserah diri. Di sinilah akhir dari segalanya, takdir Tuhan berlaku. Jika manusia telah berusaha sekuat tenaga, berdoa sekhusyuk mungkin namun Kuasa dan Kehendak Tuhanlah yang menentukan segalanya.

Inilah silang kata kehidupan atau perkara yang dialami manusia untuk menentukan kehidupan. Berusaha, berdoa dan tawakal itu wajib meskipun hasilnya belum kita ketahui secara mutlak.

Akan tetapi apakah isi dari elipsis di bait terakhir baris kedua dan terkhir? Di sini saya sempat menyerngitkan dahi, sebab mungkin artinya tidak akan sama dengan elipsiselipsis yang di awal setiap bait. Jika elipsis tersebut mengacu kepada sesuatu yang tidak bisa dilisankan, apakah hal itu? mungkin elipsis ini menurut kaca mata saya bisa dihilangkan, sebab tidak ada gunanya melainkan hanya untul mempermanis saja.

Secara keseluruhan puisi ini mengingatkan kita tentang kewajiban kita sebagai manusia, baik itu individu dan sosial. Baik itu kewajiban kepada sesama, alam maupun Tuhan.


NB: ini esai lama, lupa tidak menuliskan siapa yang punya puisinya. Apresiasi di salah satu grup puisi online yang sekarang menjadi GAKSA.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar