Selasa, 27 Maret 2012

Proses Kreatif


Proses Kreatif


Puisi Sebagai Kata Hati

Terus terang, menulis itu bagi saya tidaklah mudah, terlebih puisi, harus melalui tahap-tahap yang mungkin bisa orang lain bilang membosankan. Proses kreatif sebenarnya itu milik diri sendiri (mengutip kata Pramodya Ananta Toer, saat ditanya tentang proses kreatif kepenulisannya), jadi saya bebas untuk mendedahkan atau tidak. Proses kreatif yang bagi saya adalah sebuah rahasia bagaimana saya bisa menulis puisi-puisi atau tulisan dalam bentuk lain itu adalah cara mengembangkan ide dari apa yang melintas di hadapan kita, kapan, di mana, bagaimana dan tentang siapa.

Sampai saat ini puisi seperti sudah menjadi kekasih saya, saat sedih, bahagia atau sedang apa saja, saya dapat curhat dengannya. Semenjak kelas 4 Sekolah Dasar saya sudah belajar menulis puisi karena saat itu sudah diberikan pelajaran tentang puisi, namun ya tahulah, namanya juga tulisan anak SD jadi ya belum bisa dikatakan puisi. Saya jatuh cinta pertama kepada puisi dengan judul Tunanetra, saya lupa pengarangnya siapa, saat itu saya tidak tahu apa itu tunanetra, pada gambaran saya seorang tunanetra itu adalah orang yang cantik rambutnya lurus dan panjang, karena pada ilustrasi gambarnya seperti itu (he he, maklumlah kalau Luluk telmi, soalnya tempat tinggal saya adalah daerah terpencil).

Saya juga pernah dendam kepada guru saya pada waktu disuruh oleh beliau mencari arti atau makna sebuah puisi, saya selalu saja salah dalam memberikan jawaban. Dendam itu terus bergema di ruang hatiku dan aku selalu menghabiskan waktuku untuk membaca dan membaca apa saja, agar saya bisa memecahkan PR yang diberikan guru kelas saya, untuk menjawab maksud puisi. Namun selalu saja gagal, karena saya dulu tidak tahu kalau puisi itu menyimpan makna, yang saja tahu tentang puisi adalah kata-kata yang disusun indah punya bait yang setiap baitnya itu ada empat baris.

Meskipun saya dibilang bodoh waktu itu, saya masih tetap berusaha untuk merangkai kata-kata menjadi sebuah puisi. Puisi pertama saya judulnya Sahabat Pena, tapi untuk menjelaskan tentang kata-katanya dan menuliskan isinya, jangan tanya karena saya sudah lupa dan kertas yang saya tulisi itu luntur dan remuk terkena air hujan waktu pulang sekolah. Tapi itu setelah aku pamerkan pada teman-teman. Akhirnya, saya terus berlatih menulis puisi, memadukan kata-kata sampai sekarang.

Dalam mengembangkan ide atau gagasan saya memilih sebuah ketenangan, kesendirian dan kesunyian, karena aku tidak akan pernah bisa mengembangkan sebuah ide dalam suasana yang sangat ramai. Harus ada sesuatu hal yang menyentuh hatiku yang paling dalam agar ide dapat muncul dan dapat aku kembangkan. Waktu saya SMA, saya pernah ketika ketagihan menulis puisi, saya lari ke atas bukit yang ada di belakang rumah saya, memandang langit malam yang penuh bintang dan merasakan semilirnya angin yang dingin, lalu saya merasakan adanya penyatuan dengan alam dan saya biasanya jika sudah mencapai puncak ketenangan, akan muncul lebih dari tiga puisi dalam waktu itu juga.

Ide atau gagasan yang saya kembangkan juga tidak jauh-jauh dari keadaan sekitar saya, karena dulu saya menyukai alam, maka puisi saya masih berkisar tentang alam. Ketika merasakan jatuh cinta pada saat itu aku pun menulis tentang puisi cinta. Banyak sekali puisi tentang cinta yang saya tulis hingga saya bosan membacanya, karena puisi cinta yang saya tulis adalah kisah perjalanan cintaku. Puisi saya  kebanyakan menjelaskan tentang perjalanan hidup  yang bisa berupa nasehat kepada diri sendiri agar selalu tabah menjalani kehidupan. Itulah mengapa saya katakan puisi adalah kata hati yang tidak mungkin saya ungkapan secara terus terang. Dan satu yang menjadi rutinitas tahunan saya yaitu membuat puisi ulang tahun buat saya sendiri sebagai hadiah buat diri sendiri, karena tidak ada yang pernah mengingat hari ulang tahhun saya.

Ini adalah puisi saya ketika saya putus cinta, namun saya revisi tahun 2011.

Terbanglah Sayap

di bawah wajah bisu sang purnama, merenung hati dalam gundah
terpikir tentang sayap-sayap cinta yang pernah terluka, patah dan bersimbah darah
kini pulih dalam putih berkilau suci, terkembang megah di netra memandang

dan hati gelisah mengukir bait nasib, bertanya, akankah sang sayap pergi atau tetap berpijak di bumi
sedang bumi penuh luka dan lara, masih sanggupkah merentang kembang
terbang mengelilingi, merentasi bukit-bukit menjulang; mengarungi samudera kenang

jika terbang ke khayangan, di sana indah, bertabur bunga-bunga dewata
penuh bidadari dan peri, siap menyambut mesra dengan pesta kencana raya
atau jika terbang bersama angan menuju keabadian, meski semu membayang
namun di sana lebih menjanjikan, tersambut oleh kenangan-kenangan indah yang tak terungkap
pun jua jika melayang bersama cinta, merengkuh relung maya, menyatukan jiwa-jiwa pengelana, sayap bebas menancap panah asmara

terbanglah sayapku, rela kumelepas demi bahagia meski sembilu menyayat
sebelum purnama tertutup gerhana agar dapat kau temukan khayangan impian di atas purnama penuh wibawa itu

Revisi Tai Wai, 06 Juli 2011


Puisi saya yang merupakan nasehat untuk diri saya sendiri

PENGORBANAN MAWAR PUTIH


malam berlalu sambut rekah
sisakan embun di rekah kelopak dan dedaun
lalu menguap bersama mentari, berharap esok kembali

pipit telah lelah berkicau
bersandar letih di ranting rapuh
menari berayun canda bersama
meski jerit hati menahan pedih
tak kan terdengar pun suara olehnya

bayu tertiup lembut ini
seakan mengantarkan bisikan rindu
dari keagungan sang Pencipta
membelai tunas tunas harapan
meneduhkan jiwa dari panas keangkuhan

meski pahit yang dirasanya
meski pijakan nakal cakar mungil si pipit
mematahkan ranting lapuknya
tapi hanya demi titah pertiwi
mawar putih pun tersenyum jua

2011

Suatu saat saya sedang galau mencari ide tapi tidak ada sama sekali ide yang masuk ke dalam jiwaku hingga terciptalah puisi yang mungkin dikatakan jaelangkung.

Tanda Tanya

datang tanpa diundang
pergi tanpa permisi

Soul, 4X3=12

Puisi tersebut sebenarnya pendek namun prosesnya panjang, melalui beberapa tahap meski hanya dalam hari itu. Kalau dikatakan sebagai puisi instans, ya boleh, karena puisi itu memang langsung publish tanpa revisi. Tapi ada sebuah kisah mendasarinya sehingga tercipta puisi itu. Dalam kebingungan mencari ide dan gagasan agar saya bisa mendapatkan puisi hari itu, namun sepertinya semua ide telah pergi dari pikiran dan jiwa saya, sehingga untuk mendapatkan kata-kata yang tepat saya kewalahan. Sudah kecapekan jiwa dan raga, lalu saya keluar masuk dapur untuk melihat-lihat apa sekiranya yang belum saya bereskan sebelum mandi, secara spontan kata datang tanpa diundang, pergi tanpa permisi, meloncat ke benak saya, dan saya menjiwainya, mengutak-utiknya bagaimana agar tulisan itu bisa berbeda dari mantra permainan jaelangkung tetapi masih terkesan bahwa itu dari jiwa yang terdalam. Nah, setelah beberapa jam merenung ya akhirnya jadilah seperti itu (he he masuk akal tidak ya).

Pastinya semua penulis pasti memerlukan situasi dan kondisi tertentu dalam mengembangkan idenya. Demikian juga saya, memerlukan ketenangan dan ketentraman jiwa agar saya bisa mengembangkan ide yang telah ada, jika pikiran lagi kacau balau tidak akan mungkin saya bisa berpikir jernih. Ide atau gagasan munculnya juga tidak setiap saat pada waktu  ingin sudah ada, saya harus mencarinya terlebih dahulu, yang paling mudah ketika menggambarkan keadaan manusia dengan alam sekitar.

Kiranya pertanyaan tentang proses kreatif itu sudah saya jawab, apapun yang terjadi tetap menulis dan menulis puisi, karena puisi adalah kata hati. Tetaplah menulis karena proses itu tidaklah mudah, ada yang prosesnya lebih berdarah-darah dari kita, kemajuan iptek seharusnya memajukan juga tentang pemikiran dalam bidang kepenulisan.



Salam
Luluk Andrayani
Ma On Shan, 8 Maret 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar