Rabu, 20 Juni 2012

PEREMPUAN MEMBACA SASTRA PEREMPUAN : MEMBACA JEJAK MATA PENA


PEREMPUAN MEMBACA SASTRA PEREMPUAN : MEMBACA JEJAK MATA PENA
By : Sus Setyowati Hardjono



Percakapan-percakapan jadi api. Tubuhku menjelma kayu .Kutanam dalam bara.Aku mulai rajin menjilati tubuh, menyimpan hati yang mulai hitam . Mana kuburku?.( KUPU-KUPU,Kartini 2012: 170)

Aku pun mulai pandai menanak hati, juga jantung dengan sop darah yang kuisap dari permainan ini. Seorang lelaki dan seorang perempuan menanamku mulai menanam manusia baru.Tak ada lagiu wajahku. Mereka menari-nari sendiri, dengan barisan anak-anak yang pandai melepaskan busur ke jantungku. Lelaki itu hanya bisa diam.Bahkan ikut menyantap tubuhku.Orang-orang dating dan memakinku.

”Sebuah pementasan kau mainkan lagi “
Mereka menyulam darahku di atas batu .
(KEPOMPONG ,Kartini 2012: 169).

Pernahkah kau jatuh cinta? Cinta yang sesungguhnya? Cinta yang membuatmu patah dan tidak memiliki otak (Tempurung, Oka Rusmini)

****

Indonesia krisis perempuan penyair! Indonesia paceklik perempuan penyair ! Itulah keluhan yang kita dengar sejak puluhan tahun silam. Dunia kepenyairan Indonesia didominasi kaum laki-laki .Kanon sastra Indonesia - tentu saja hanya dengan beberapa pengecualian- merupakan tulisan kaum laki-laki . Sejumlah besar bentuk sastra , kiritk sastra , terutama puisi , sejak Amir hamzah sampai hari ini ,sangat sedikit yang menyinggung penyair perempuan penyair (tim editor buku Kartini, 2012)


****

Dan tentu kabar menggembirakan terbitnya buku kumpulan delapan penyair perempuan dari Hongkong ini akan mewarnai jejak puisi di Indonesia, sangat menarik untuk kita apresiasikan dan untuk menambah literasi khazanah sastra kita.

Pada kepenyairan Indonesia saat inimakin meriah ,heboh ,dan bergairah .Niscaya dalam kememarakan itu, hadir 8 Srikandi sastra Indonesia, kesungguhan untuk coba menyuarakan kegelisahan, mencoba menegaskan jati dirinya ,disitulah perempuan bukan makhluk yang “ bodoh” dengan segala kebodohannya ,namun juga kecerdasannya menjadi semacam kekuatan khas untuk merenung dan mengelitik pikiran.

****

Ada empat judul puisi Oka Rusmini dalam buku Kartini 2012, yakni Kepompong, Kupu-kupu, 1967, dan Lumut. Puisi Oka Rusmini (pemilik buku “Pandora”) yang sangat momumental dan mempunyai kekuatan tersendiri dalam peta perpuisian kita . Penyair perempuan no satu di Indonesia menjadi semangat laksana api bagi penyair lain dalam sastra Indoinesia yaitu penyair perempuan di Indonesia .Tentu menjadi sangat terhormat dan menjadi kekuatan para penyair lain di tengah-tengah bukunya muncul penyair perempuan terkuat di Indonesia , di antara nama – nama “kuat “ lainnnya misalnya Dorothea Rosa Herliany , Abidah El Khalieqy ,Ulfatin Ch, Diah Hadaning , Rita Oetoro, SusyAyu , Nia Samihono, Cok Sawitri, De Kemalawati, Dhenok Kristanti, Dianing Widya Yudistira, helvy Tiana Rosa,Hanna Yohanna, Ivone De Fretes , Sandra Palupi , Syrikit Syah , Nenden Lilis, Nona G.Mochtar ,Fanny J.Poyk dan nama penyair perempuan lain yang tak bisa disebut satu persatu.

****

Mengapa di awal saya tuliskan puisi Oka Rusmini, dan sederet nama penulis hebat perempuan (baca perempuan lho bukan perempukan, perempuan dari kata empu: pemilik rahim) yang nota bene banyak menginspirasi bahwa penyair perempuan takkan pernah mati. Artinya semangatnya, apinya tak padam terus menyuarakan “jerit hewan yang terluka “ dan meskipun “ tak ada dewa di rawa-rawa “ mengisyaratkan perpuisian perempuan di Indonesia terus berkembang pesat seperti tak ada “dewa yang mati”.

****

Dan membaca karya perempuan di mata perempuan menemukan keasyikan tersendiri, kenapa saya pilih Oka Rusmini dan kawan –kawan perempuan di atas dapat menjadi referensi kita untuk mengenal diri dan lingkungan agar kita tak lekas cepat puas dengan hasil karya kita dan tak lekas marah atau menyerah bisa tertebas pedang kata “ jelek “ hehehe , semua masih belajar menuju dan menjadi.

Jadi kita bisa belajar berderet nama besar di atas untuk referensi. Selain puisinya mereka bagus , berkarakter kuat dapat menyihir banyak perempuan penyair dan laki-laki , membuka kesadaran siapa, apa , mengapa, bagaimana dan apa yang dimaui perempuan banyak terwakilkan dalam puisi perempuan .

Saya hanya mencoba sebagai pembaca perempuan sedang membaca karya penyair perempuan. Tentunya hasilnya akan lain jika perempuan dibaca laki-laki (baik penyair bukan penyihir …lho laki-laki maupun pembaca laki-laki). Sebelum lanjut akan saya kutibkan beberapa hal mengenai sastra dan mengapa saya ingin membaca Jejak Mata Pena dengan kaca mata sebagai pembaca perempuan.Yang ingin saya baca melalui kaca mata pembesar saya sebagai pembaca perempuan menbaca karya sastra perempuan . (tolong para pakar kalau keliru ya mohon dibenarkan dan dimahfumi dengan halus yo sebab luka tebasan parang sangat lama sembuhnya jadi perlu hati-hati bermain kata dan komen hehehe), sebab saya bukan pakar hanyalah akar saja itupun akar serabut yang kecil untuk mengambil unsure zat hara dalam puisi para Srikandi dari Hongkong yang saya acungi jempol sebagai “pahlawan ekonomi: “ keluarga .

****

Yang mana mereka mampu membuat antologi yang cukup solid keren dan sangat mewailkan suara perempuan. Mereka tergabung dalam antologi “Kamboja mencari Warna : Jejak Mata Pena” yang digawangi oleh delapan bidadari yaitu: Adhe Bintang Generasi Biru, Astry Anjani, Lentera al Jaziran, Lintang Panjer Sore, Luluk Andrayani, Mei Triwahyuni, Nurul Rahmayanti dan Yulia Kadam.

****

Nama – nama yang tak asing lagi di Bengkel tentunya , dan apapun sekecil apa pun atau sebesar apapun mereka telah menjejakkan mata pena (sastra ) di peta perpuisian Indonesia yang harus kita sambut dengan apresiasi dan penghargaan sebagai pembaca puisi Indonesia. Apapun dan siapapun mereka, sebab terkadang kita hanya melihat “ siapa” yang berbicara , namun kurang menghargai “ apa yang dibicarakan (isi) nya.Maka sebagai warga pembelajar hendak nya kita bisa memilah dan memilih untuk belajar demokratis menghargai siapapun yang berbicara dan isi pembicaraan . Ok khan biar mantap.Mbak bro dan Mas bro, jangan marah dulu.

****

Buku manis dengan ketebalan halaman 172 halaman dengan cover warma coklat ini tentu dapat dibawa dan dibaca kemana – mana sambil perjalanan sebagai teman sepi dan rindu,sangat asyik untuk dibedah isinya. Hampir ssaya tersihir oleh semua puisi dalam buku ini.Dengan dikata pengantari para wiku sastra yang telah terkenal abis di negeri ini tak lain adalah Dimas Arika Mihardja (yang mumpuni soal teori sastranya ,jangan dikritik pedas ya prof tulisan sekadarnya dari penghuni lembah tak sekolah ini ) , Puja Sutrisna , dan Lik Bonari Nabonenar (yang pakar sastra Jawa dari tlatah Jawa Timur ini) juga tentunya kata penerbit dari Abatasa Pekalongan . Kedelapan penulis ini akan mewarnai kegelisahan saya sebagai penulis dan pembaca yang tentunya akan juga saya sampaikan kepada sidang pembaca budiman.

****


Definisi sastra tergantung dari kulturgebundenheid atau ikatan budaya masing-masing masyarakat dan juga cara memandang terhadap dunia dan realitas suatu masyarakat atau individu itu (Dwi Susanto, 2012: 1).
Sastra sebagai institusi atau lembaga masyarakat memiliki peran mengontrol misalnya sastra dengan tema-tema pendidikan dan agama(moral).Karya sastra lahir didasarkan atas kesadaran pengarang dalam melihat realitas masyarakatnya .(Dwi Susanto,2012:45). Plato menganggap bahwa seniman adalah tukang fotocopy dari kenyataan alam , namun mimesis menurut Aristoteles memiliki unsur kreasi .
Sastra yang mampu menggungkapkan kesadaran dengan bahasa yang estetik dan indah memiliki peran yang strategis dalam menentramkan hati masyarakat sekaligus melembutkannya. Dalam konteks ini sastra dengan demikian memiliki fungsi atau nilai estetik.Sastra sendiri merupakan pemuas kebutuhan emosi manusia .

****

Mengutip pernyataan Dedet Setiadi bahwa menurutnya karya sastra selalu bertolak dari realitas kebudayaan , namun bukanlah sebuah reportase wujudnya sudah bercampur baur dengan diksi , imaji dan rasa. Puisi merupakan metamorphose pengolahan imajinasi . Misalnya realitasnya adalah seekor ulat kemudian diolah “ mengepompong “ menjadilah kupu - kupu nan cantik, demikian juga dalam mengolah puisi.
Mimesisme (tiruan kenyataan) dalam karya sastra tidak harus kenyataan itu sendiri (Ismet NM Haris ,Merapi Minggu , 27 Mei 2012).


****


Dari definisi dan tautan teori sekadarnya tadi saya ingin menarik benang merah bahwa karya sastra diciptakan tak lepas dari kenyataan social budayanya.Akar budaya yang melingkupi para kreator nya dalam mensikapi hidup dan kehidupan.
Sejak zaman dahulu kala , persoalan perempuan menjadi menarik untuk diperhatikan. Feminisme sebagai salah satu ideology dan gerakan pembebasan perempuan untuk menjadi setara dengan laki-laki atau melawan paham androsentris / patriakhis membawa dampak yang luar biasa bagi berbagai bidang kehidupan , baik budaya ekonomi,politik , pendidikan dan lain-lain. (Dwi Susanto,2012 : 25)

****

Pemikiran feminisme juga masuk dalam teori sastra dengan aneka bentuk dan kritik sastra nya dengan menamakan dirinya sebagai kritik sastra feminis. Kritik sastra feminis mempersoalkan bagaimanakah perempuan dipresentasekan dalam teks – teks sastra , baik yang ditulis oleh laki-laki maupun yang ditulis oleh perempuan sendiri. Pada perkembangan berikutnya munculah istilah gynocritic dalam kritik sastra fenimis , yakni mempelajari para penulis perempuan yang menuliskan dirinya. Dalam pandangan kelompok ini persoalan bagaimanakah pengalaman sebagai perempuan dituliskannya kembali oleh perempuan menjadi titik perhatian utama. Menurutnya ,penulis laki-laki dan penulis perempuan memiliki perbedaan sebagai “ menjadi perempuan “ tidak sama dengan “menjadi laki-laki “. Tidak hanya berhenti di titik itu saja kritik sastra feminis juga mempersoalkan hubungan karya sastra yang ditulis perempuan dengan sistem sirkuit budaya , misalnya proses produksi, distribusi , dan konsumen atau pembaca. Pada intinya kritik sastra feminisme ini mempersoalkan relasi antara laki-laki dengan peremuan dalam dunia sastra dan kebudyaan.(Dwi Susanto, 2012:27)

****

Jejak Mata Pena dibagi dalam enam bab masing – masing adalah : 1.Persembahan untuk Sepasang Bidadari 2.Asmara 3.Suara hati Rakyat 4. Alam Bersenandung 5 .Bisikan Hati Pada Rabbi 6. Gejolak Jiwa dalam Lara

Tiap bab dimaksudkan untuk mengelompokkan tema- tema yang berbeda – beda. Dalam bab 1 memuat 16 puisi yang bertema kerinduan kepada Ayah, Ibu ,sosok- sosok yang paling dekat di hati para perempuan penyair ini. Dan isinya curahan kasih sayang , kerinduan dan pengharapan kepada mereka.Terwakili sajak “Perempuan Melati” yang ditulis oleh Astri Anjani .
Bahasa perempuan lihatlah semacam puisi Oka Rusmini dan seterusnya mengalami persegeran makna dan interprestasi.Perempuan memiliki ruang kebebasan untuk menyuarakan hati nurani melalui pengucapan bahasa yang merdeka dan tidak lagi didikotomikan sebagai bahasa milik laki-laki,sebab bahasa adalah ruang pengucapan universal,bukan hanya milik laki-laki atau perempuan. Dan pemberontakan bahasa . Dan lebih diterima laki bahasa –bahasa perempuan itu oleh dunia yang serba patriakhi.

*****

Perjuangan delapan bidadari dari Hongkong yang menurut Puja Sutrisna adalah “ orang - orang pinggiran “ ,setelah saya baca memang ada ruang “ pemberontakan “ terhadap kekuasaaan sesuatu yang menelikung untuk disuarakan misalnya keadaan social ekonomi politik yang terangkum dalam bab 3 Suara Hati Rakyat. Di samping keseluruhan puisi dalam buku ini yang paling kuat pergeseran bahasa dan kekuatan interprestasi ada dua penulis punya karakter kuat yaitu Astry Anjani dan Luluk Andrayani.

Persoalan bahasa yang dipakai para penyair perempuan kita sudah mengalami pergeseran dari budaya yang melingkupinya.Ini adalah wujud pemberontakan juga dalam pengucapan , dalam tradisi Patriakhi seorang perempuan (baca perempukan karena wanita harus empuk memang empuk, lemah lembut bahasanya ,halus budi bawa laksana seperti perempuan Kraton , secara fisik dan kodrat harus manut mituhu konsep budaya Jawa ) ini sudah menmgalami perubahan , baik diksi kosa kta maupun isi puisi para penyair dalam deretan di atas hingga kedelapan penyair dalam buku antologi ”Jejak Mata Pena”. Tentu ini hal yang sangat menarik untuk dikaji dengan pas,saya hanya membaca sekilas dan tidak sampai menggunakan konsep-konsep dan barometer teori tertentu yang njlimet tertentu, saya hanya perempuan pembaca yang mencoba menguak tabir puisi perempuan masa kini ,bagaimana seharusnya membaca karya sastra perempuan ya saya harus menjadi perempuan dengan kaca mata perempuan.bahwa mereka( perempuan ) itu subjek bukan objek semata,itu sangat terlihat saya simpulkan dari beberapa puisi Luluk dan kawan- kawannya. Mereka bukan objek ekonomi dalam puisi” Pahlawanku Devisamu””Kobar Kebebasan” oleh Luluk Andrayani”,”Mari Berjuang oleh Nurul Rahmayanti, “”Tumbal Kedudukan oleh Luluk, dsb.

*****


Jadi pergeseran bahasa dan nilai rasa yang berubah dari zaman dulu ke zaman perempuan sekarang dalam bahasa penulis di buku ini saya rasakan kental sekali baik isi maupun diksi yang dipakai. Secara lahir merekapun juga pemberontakan budaya . Dulu dalam tradisi Jawa ada kata mangan ora mangan yen ngumpul,coba didaur ulang dengan lompatan kreatif ke Hongkong, mereka “ berani”untuk keluar dari wilayah budaya mereka asalnya. Maka meskipun kedelapan penyair ini mengalami perpindahan “ akar budaya “masih terlihat jelas dalam puisi mereka.

*****
Kita masih ingat lagu Sabda Alam ada baris “wanita dijajah pria sejak dulu “ tetapi sekarang banyak berbanding terbalik banyak juga wanita bisa menjajah pria,tak berkutik di kaki istri ada ISTI ikatan suami takut istri…hehehe. Yang jelas peran perempuan sekarang sudah mulai terasakan gerakan “ jender” bukan “ gender lho,saling sejajar kedudukan dalam pendidikan ,politik ,ekonomi , hukum, seks, budaya dan sastra sudah tidak ada istilah penjajahan lagi bersyukurlah perempuan Indonesia.


****


Ada pergeseran pemilihan diksi sebagai corong bicara,pada kata yang bicara.Mereka sudah keluar dari diksi diksi lama sebagai perempuan , dan ada kecenderungan untuk mengadakan menggunakan eksprimen diksi diksi “ yang mempunyai nilai rasa “ perang ,kuat , tegas , tak pantang menyerah , dsb.Misalnya dalam puisi yang memang bagus saya suka, Anakku Apinya Belum Padam oleh Luluk Andrayani “diksi yang muncul sumber energi yaitu” api, bandel, omelan , mencakar. Dalam “Pejuang Cinta Sejati “juga kita temukan diksi diksi kuat yang kesannya tidak seperti yang budaya tradisikan dan wariskan ke kita misalnya :jeruji ,perang , arus angkara , pedang , pejuang , darah ,rajam , hantam ,tegar .

*****


Sedang dalam puisi milik Asrtry Anjani juga banyak menggunakan diksi-diksi yang juga kuat sebagai perempuan yang telah “ sadar “untuk terbebas dari keterbelengguan bahasa dan warisan tradisi terlihat dari kata :saat darah - darah kami dikebiri , peluh kami yang terkucur najis, babat habis, dalam Pahlawanku Devisamu.Dan juga diksi lintah,cacing ,dsb milik Mei Triwahyuni.Mereka tak segan untuk megnggunakan bahasa terkesan “kotor” dan jauh dari kelemah lembutan perempuan secara budaya yang halus dan lemah lembut. Perempuan seringkali hanya menjadi objek fantasi dan imajinasi kaum laki-laki.itu pun juga sah-sah saja karena perempuan adalah puisi kongkrit , iya khan Mas-Mas bro semua.

*****

Dalam buku antologi ini selain pergeseran bahasa dan pergeseran interpretasi perempuan membaca karya sastra perempuan saya juga menemukan relasi objek yang mengedepankan teori pengalaman wanita sebagai Ibu yang membawa efek pada anak-anaknya mereka dari dua jenis kelamin.Pengalaman menjadi Ibu dan mempunyai rahim, menstruasi , melahirkan itu hanya dipunyai perempuan .Maka banyak sekali puisi perempuan yang mengangkat tema - tema seperti itu ,dan menjadi kekuatan bahasa pengucapannnya bahwa menjadfi perempuan itu sakit.Dan persoalan ini bukan tidak ada artinya …seperti lagu begadang jangan begadang kalau tidak ada artinya, artinya pengalaman ini bukan persoalan remeh temeh perempuan yang ga bisa diterima budaya feodal atau Patriakhi yang meremehkan perempuan dari segi rahimnya ,tidak saya kira. Karena bahasa perempuan memang dibesarkan dengan azali kodrati yang tak bisa dipungkiri.

Meniscayai ada sisi lebih pada kerja otak perempuan dibandingkan laki-laki dalam hal mengindera yang tak tertangkap oleh segala segenap panca indera itu alasan dampak puisi perempuan jauh melebar justru oleh peran gendernya sebagai kekasih , istri , dan ibu lebih dari sekadar karena perempuan punya rahim.Bahwa dibalik sukses anak ada ibu , dan dibalik sukses suami ada istri, maka melalui puisi perempuan , kesusuksesan kehidupan setiap keluarga , masyarakat, dan bangsa , selaiknya lebih dapat mengalir melalui puisi ( Dr. Hendrawan Nadesul)

******

Demikian juga banyak puisi yang lahir difokuskan pada persoalan keluarga , baik dalam persoalan keibuan , atau menjadi ibu, dan perkawinan yang mana perempuan menjadi kelas kedua dalam posisi social, objek seks,objek kemarahan , objek kesalahan mendidik anak, seolah – olah Ibu adalah dewa , harus dewa ,sempurna, bidadari yang harus sempurna,lalu bagaimana dengan mereka yang harus terpaksa bubar pernikahannnya karena tidak menemukan kebahagiaaan.Banyak perempuan yang bersikukuh mempertahankan bahtera rumah tangganya untuk alasan social yang bukan atas dasar hati dan perasaannnya , takut dicap janda , perempuan yang ganggu suami orang dsb. Fenomenologis perempuan sebagai pihak yang harus terkalahlah mengorbankan kebahagiaannnya demi sebuah perkawinan , ia ogah menjadi janda , takut menjadi sampah masyarakat, dsb – dsb. Bahkan dalam kasus - kasus KDRT yang masuk klien kami di APPS (Aliansi Peduli Perempuan Sragen) – mengindikasikan kasus seperti gunung es , banyak tetapi tak terlaporkan sampai pada kasus – kasus kekerasan fisik baik laki-laki atau perempuan, kasus pembuangan bayi, perkosaaan , pembunuhan , tracfiking dsb –dsb.

*****

Saya sampai bingung memilih beberapa puisi dalam buku antologi delapan penulis Jejak Mata Pena, semua bagus semua indah.Ibarat bunga bermacam – macam rona yang saya tidak bisa atau bingung memilih yang paling indah ada kenanga ,melati,mawar , kamboja,semua memiliki kekuatan masing-masing. Namun karena keterbatasan tenaga dan waktu saya harus memilih tidak kuasa atau tidak mampu semua puisi akan saya ulas disini.Maka saya memilih beberapa puisi pilihan yang saya tergores tersambar sambar disana,dengan tidak mengurangi rasa puisi lainnya yang juga sedap dinikmati.Saya suka semua puisi karya penyair di buku ini.

******

Sosok Ibu atau Ayah ditulis lebih dari masing-masing sekitar tujuh puisi jadi ada 16-an puisi yang dua adalah sosok anak. Semua tentang kerinduan dan semangat serta doa untuk orang –orang dalam keluarga. Penggambaran Ibu sebagai perempuan yang tabah, kuat, lemah  dan tanpa pantang menyerah digambarkan dalam bab satu.

Di tema Asmara(baca asmara lho bukan asamara : asam datang ) ada 17 puisi yang elegik, romantis dan melankolis,kita ingin membacanya lagi dan lagi untuk larut dalam diksi mereka.Salah satunya Cawan Rindu dan Cemburu karya Lentera al- Jaziran. Cinta yang syahdu , mengharu biru antara cinta kesejatian dan perpisahan:

tentang kisah kita yang belum usai//”jangan pergi”//kata yang baru saja kau ucap//….tetapi engkau tetap mematungsendiri//bersama irama detak di hati//”aku rindu perhatianmu //
Ada juga yang takkalah indah ada kesetiaan , ada janji, ada komitmen ,misalnya pada puisi Elegi Cinta “: merilis janji suci…// meluruhnya ego dalam satu titian//tersemat ikrar setiahingga ajalmemisahkan //mengalunlah elegi cinta dengan hembusan napas asmara

Hampir semua puisi dalam bandrol Asmara ini tema-tema cinta sejati ,kesempurnaan cinta , janji setia, kerinduan , terangkat tema – teman cinta nan indah syahdu mengharu biru , Yang paling saya suka sajak cinta adalah “Duhai Kekasih by Lintang Panjer Sore “indah dan menawan, serta kesahajaan yang dalam. Selain puisi yang indah juga yaitu : Antara pulau Borneo dan Negeri Beton “ karya penulis yang sama.

****

Keseluruhan delapan penyair ini sudah jadi puisi. Puisi yang matang untuk dikonsumsi. Dan pemberdayaan TKW ditengah minirnya pandangan terhadap BMI dan saratnya kekerasan di dalam kasus-kasus TKW buku ini adalah angin segar potret TKW tak selamanya buram . Mereka sangat cerdas dalam menggoreskan pengalaman hidup , kesaksian hidup di kanvas kata-kata.
Dalam banyak diksi para TKW ini juga menyuarakan “ pemberontakan terhadap pemelecehan TKW dan suara minoritas mereka terdengar dalam baid-baid puisi.Mereka bermaksud mengadakan perlawanan melalui bahasa melalui kata dan puisi terhadap segala penjajahan dan penindasan atas kemanusiaan, dan mencapai hakikat eksistensi manusia yang butuh layak dihargai, juga untuk perempuan penyair semua , bagaimana pun usaha mereka merebut makna patut kita acungi jempol.Kesadaran akan penindasan patriakhal dan system budaya Patriakhi juga jelas dalam penulisan isi – isi puisi mereka. Struktur kekuasaan yang bersifat maskulin pun juga mengalir dalam benak kesadaran memberikan ruang untuk bagaimana memperoleh akses yang lebih dihargai di tengah maskulinitas segala bidang baik politik , ekonomi dan sebagainya.
Perempuan (penyair perempuan ) adalah makluk unik. Unik karena mempunyai beberapa sisi ambivalensi yang bermakna ganda . Dini menyebutnya sebagai dua dunia,dunia domestic dan non domestik, dunia dirinya dan di luar dirinya ,dunia kewajiban pengabdian dan tanggung jawab. Berbagai sisi inilah yang menyebabkan keunikan perempuan.

*****

Maka dapat disimpulkan bahwa ke delapan penulis dalam Jejak Mata Pena, ini merupakan satu representasi perlawanan terhadap subjektivitas, harsat dan perbedaan seksual. Buku ini mencerminkan tema- tema tentang subjektivitas, cinta , alam ,akar bahasa , feminitas , relasi dengan Sang Tuhan, usaha pada gerakan atau perubahan social (bagaimana memandang TKW atau BMI) coba didedah.

Kebudayaaan ,identitas , logika dan rasionalitas tradisi ini merupakan symbol dari laki-laki , dan perempuan seolah terbuang jauh di luar . Namun membaca puisi – puisi perempuan rasanya terpatahkan anggapan tersebut.

****
Dan semua akan kembali pada sebuah ayat Tuhan bahwa laki-laki adalah pemimpin kaum wanita, karena Tuhan melebihkan diatasnya kaum laki-laki itu beberapa diatas kaum wanita. Dan kita sepakat bahwa surga tak jauh - jauh dari kaki Ibu kita . Dan wanita adalah sumber inspirasi dan tiang untuk generasi bangsa. Penerus keturunan yang akan melahirkan pemimpin bangsa. Bagaiamanakah kita memperlakukannya? Kita sangat miris beberapa ABG sudah ”lost virgin”, perempuan – perempuan kita ini bagaimana dia bisa menjadi tiang bangsa ?. beberapa wanita muda diperkosa di angkot oleh anjing kelaparan, para ibu membuang bayinya dan melati berdarah - dan berdarah lagi….
Dan akar budaya tanah asal mereka menjadi akar pengungkapan puisi. menurutnya karya sastra selalu bertolak dari realitas kebudayaan , namun bukanlah sebuah reportase wujudnya sudah bercampur baur dengan diksi , imaji dan rasa.Karya sastra puisi dari delapan penyair dalam buku ini tetap bertolak dari akar budayanya yaitu Jawa (terlihat tradisi 1000 hari ada yang memunculkan dalam kerinduan untuk sang Ayah )

***

Demikianlah beberapa hal pembacaaan puisi saya selaku pembaca perempuan membaca karya sastra perempuan dalam buku Jejak Mata Pena ini. Apabila saya kurang pas dalam menuliskannya saya hanya manusia biasa banyak khilaf dan banyak kekurangan mohon untuk dimaafkan. Saya ucapkan selamat kepada para penulis dalam buku ini,semoga menjadi isnpirasi wanita Indonesia . Salam 123 sayang semuanya(mohon maaf pinjam salammnya DAM ).


Sragentina,17/6/2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar