Senin, 15 Oktober 2012

ANTOLOGI PUISI SEPASANG ANGSA (APSA)

TELAH TERBIT BUKU



Judul: Antologi Puisi Sepasang Angsa
Penulis: Muhammad Rois Rinaldi & Luluk Andrayani
 Tebal: 145 halaman
Penerbit: Abatasa publishing
Cetakan I: Oktober 2012
Harga: IDR 40000,- (belum ongkir)
 Harga khusus Hong Kong 1eks HKD 55; 2eks HKD 100
Order hubungi: Rohmatullah Cuoy, Adi Toha, Bintang Al-Ikhlas (Hong Kong)

"Sejumlah puisi, dalam buku Sepasang Angsa, secara metaforis serupa angsa putih yang tak letih menaiki tanggul sungai. Sepasang angsa (penyair yang berjiwa romantik) berenang menyongsong arus kehidupan yang tenang tapi menghayutkan. Sejumlah puisi tampil bersahaja, sederhana, namun terasa aroma maknanya." (Dimas Arika Mihardja, Direktur Eksekutif Bengkel Puisi Swadaya Mandiri)

"Muhammad Rois Rinaldi adalah satu dari sekian pemuda yang muncul sebagai penyair kuat." (PS Megananda, Penyair Senior Banten)

"Luluk Andrayani adalah nama baru dari kalangan penulis / penyair asal Trenggalek. Tetapi, ia langsung menerobos barisan nama-nama yang kukenal sebelumnya dengan kekuatan diksi serta beragam tema yang dikuasainya. Luluk tidak egosentris seperti penyair pemula pada umumnya." (Bonari Nabonenar, Penyair Trenggalek)

KEPADA WANITAKU
: Luluk Andrayani

Oleh: Muhammad Rois Rinaldi


aku tak tahu apa yang meledak di kepalamu
karena kau begitu abai pada rasa sakit
seluruh airmata kau tuang dalam gelas
seteguk rasa berkecamuk—remuk
jiwamu mengombakkan amuk
pada karang melumat bengis

temuilah lagi derai tawa antara lari kecil
atau rekah senyum pada kelopak kantil
mungkin di sana ada sedikit riang
untuk kau bawa pulang
lintasi pematang

kenang!
kenanglah lagi
tembang tualang

melaju lurus tuju temu
setelah lama tersekap pengap
ruang tunggu. di hatimu peta itu

Cilegon-Banten
07 April 2012

KEPADAMU LELAKIKU
: Muhammad Rois Rinaldi

Oleh : Luluk Andrayani

tahukah kamu?
saat awan merentas purnama di bentang langit kerjap bintang bimbang mencari angin
tertiup semilir kesejukan
perjalanan belum berhenti

tahukah kamu?
saat membaca gigir kelam letih mencakar jiwa menyeret kekar lalu aku dan kau membisu terbius
dalam rentang bentang tanpa arah cerah

dan saat membaca debu jalanan
mata buta menatap dendang keindahan bayang cakrawala
ah entahlah, semua seperti selubung kungkungmembelenggu
sayap-sayap kembara
adakah kamu tahu?


Tai Po, 74201

3 komentar: